Catatan Perjalanan Monev BMI Point Oleh Presdir Koperasi BMI Grup & Rombongan Ke Pulau Sumatera
Oleh : Muhammad Suproni (Manajer Pemberdayaan Anggota Kopsyah BMI)
Mandailing Natal, Klikbmi.com– Presiden Direktur Koperasi BMI Grup Kamaruddin Batubara, Direktur Utama Kopmen BMI Radius Usman, Manajer Pemberdayaan Anggota Kopsyah BMI M Suproni dan rombongan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) via darat ke sejumlah Kantor Regional BMI Point di Pulau Sumatera.
Perjalanan dimulai pada Kamis 15 Desember 2022. Melintasi enam provinsi ; Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Dimulai dari Kantor Pusat Koperasi BMI Grup di Gading Serpong Tangerang dan finish di Kota Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Rute sepanjang 1.703 kilometer kami lakukan dengan satu tujuan. Menjadi akselerator bisnis anggota yang menghubungkan produk antar kota, antar wilayah dan antar pulau.
”Melalui BMI Point, kita membangun konektivitas usaha antar anggota. Bagaimana produk dari Sumatera bisa dikembangkan di Jawa, Sulawesi, Bali dan pulau lainnya, begitupun sebaliknya. Semuanya untuk kesejahteraan bersama,” terang Presdir Kamaruddin Batubara selama perjalanan.
Selain melakukan monev, rombongan juga membawa dua produk khas Banten yakni Peci Bambu dari Tangerang dan Madu Baduy dari Lebak. Dua produk ini kemudian diperkenalkan di etalase Kantor BMI Point di daerah yang dilewati. Selama perjalanan, kami juga menggali potensi perdagangan dan komiditinya.
”Swarnadwipha artinya pulau emas sebutan untuk Sumatera sejak dahulu kala,” begitu kata Dirut Kopmen BMI Radius Usman. Emas yang disebut nyatanya bukan hanya emas yang ada di dasar bumi. Semangat para pedagang, pelaku UMKM dan para petani yang ingin merubah hidupnya lewat berkoperasi adalah“emas-emas” yang kami temui selama Tour of Sumatera ini.
Setelah menginap semalam di Kota Palembang, kami menuju Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Jumat 17 Desember 2022. Sebuah kota yang berada di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi. Di Lubuk Linggau, gerai BMI Point berada di Pasar Sri Katon, Kecamatan Merasi, jaraknya 3 kilometer dari Pusat Kota Lubuk Linggau. Pasar Sri Katon terbilang ramai karena berada di tiga perjumpaan Lintas Tengah Sumatera. Mobilitas dari arah Provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan dan Jambi berjumpa di sana.
Di Sri Katon, Presdir datang meninjau dan memberikan arahan ke manajer store dan manajer area. Selain sebagai kota transit, Lubuk Linggau nyatanya menyimpan komoditi unggulan. Begitu yang disampaikan, Manajer BMI Point Regional Jambi dan Sumatera Selatan Suryoko.
”Hasil bumi dari tiga wilayah seperti Bengkulu, Palembang sampai Jambi berputar di sini (Lubuk Linggau). Jika mencari kopi, beras sampai Kasur Inoac dari Tangerang ada di sini pak,” jelas Yoko-sapaan akrab Suryoko.
Setelah lawatan ke Sri Katon, Presdir dan rombongan menuju Bangko. Satu dari sekian banyak kota yang berada di Lintas Tengah Sumatera. Bangko merupakan Ibukota dari Kabupaten Merangin, Jambi. Jika Lubuk Linggau berada di utara Sumsel, maka Bangko adalah Selatan Jambi. Di Bangko inilah, Kantor Regional Jambi beroperasi. Tepatnya di Jalan Lintas Sumatera Km 3 Pematang Kandis. Kompleks Pasar Bangko.
Di Bangko, BMI Point memiliki 5 gerai berada di Pasar Bangko Atas, Pasar Sarolangun, Pasar Singkut, Pamenang dan Pasar SPC Merangin dengan jumlah anggota yang mencapai 373 orang. Selain madu dan peci, Kantor Regional Jambi juga menyediakan sepeda listrik merek Goda yang pembiayaannya bisa diakses oleh anggota.
Di Bangko, kami mencoba Lontong Tunjang, kuliner khas di Bumi Tali Undang Tambang Teliti tersebut. Tidak perlu menunggu lama sampai sepiring lontong tunjang hadir di hadapan kami. Berbeda dengan lontong sayur, kuliner ini adalah perpaduan gulai nangka, potongan lontong dan tambahan kikil. Wah, sungguh menggoda. Nyam, gurih lezat rasanya.
Dari Bangko, rombongan juga membawa kopi AAA. Kopi sachet yang diproduksi di Jambi. Tidak diproduksi di daerah lain. Seperti nama yang disandang, rasa kopinya memang tulen seperti kopi murni. Tanpa menyebutkan jenis kopinya, kopinya cukup kuat tapi tanpa asam.
Jumat sore, kami pun bertolak ke Sumatera Barat. Kembali melintasi Lintas Tengah Sumatera. Menembus hamparan sawit dan emas hijau Sumatera. Pasar Ibuh di Kota Payakumbuh menjadi tempat kami beristirahat di Tanah Minang. Sekedar informasi, Pasar Ibuh dinobatkan sebagai pasar berstandar nasional Indonesia (ber-SNI) pada 2018 silam. Di pasar ini kami sudah membuka pelayanan BMI Point.
Manajer BMI Point Regional Sumatera Barat Fuad Arif mengatakan, BMI Point Sumatera Barat telah beroperasi di dua wilayah yakni Bukit Tinggi (Pasar Aur Kuning dan Pasar Bawah) dan Payakumbuh (Pasar Ibuh) dengan jumlah anggota mencapai 375 orang. ”Warga antusias menerima BMI Point. Anggota dari minggu ke minggu kian bertambah,” terangnya.
Selain itu, anggota BMI Point pun memiliki produk unggulan yang bisa dipasarkan melalui BMI Point di luar Sumbar. ”Di Aur Kuning, kita memiliki kuliner keripik Sanjay dan Rendang Telur dan perajinnya pun asli dari anggota BMI Point,” terang Fuad.
”Kami berterima kasih, Pak Presdir dan Pak Radius bisa menengok kami di sini. Terima kasih atas nasihat dan semangat untuk membangun Koperasi BMI di Sumatera Barat,” tambah Fuad.
Minggu pagi, 18 Desember 2022 kami tiba di Gerbang Sumatera Utara. Tak lengkap rasanya jika tak mengunjungi kampung Halaman Presdir Koperasi BMI Kamaruddin Batubara di Bangkelang, sebuah desa di Kecamatan Batang Natal, Mandailing Natal, Sumatera Utara. Melewati Sungai Aek Batang Natal, kami tiba di Bangkelang. Sesampainya di Bangkelang, rute di Google Maps di gawai saya telah menunjukkan angka 1.600 kilometer, sejak kami berangkat dari Tangerang. Jauh sekali.
Manajer Pemberdayaan Anggota Kopsyah BMI Muhammad Suproni mengatakan perjalanan ini memberinya kesan yang mendalam. Perjalanan yang luar biasa melewati bukit, lembah, ngarai serta menyeberang lautan sejauh 1.600 kilometer. Berjalan selama 4 hari 4 malam, hal yang mungkin ringan jika dibandingkan apa yang dialami Presdir Kambara saat memutuskan hijrah ke Pulau Jawa awal dekade 90-an silam.
”Di sini saya membayangkan besarnya impian dan cita-cita yang dibawa oleh Pak Presdir. Bahwa perjuangan tak ada yang instan. Harus gigih karena perjalanan yang di tempuh sangat luar biasa. Tahun 2003, Presdir dan Pak Wakil Presdir merintis LPP-UMKM dan kini telah menjadi Koperasi BMI Grup dengan tiga koperasi primernya. Sekarang, kita semua sudah menjadi bagian dari perjuangan Pak Presdir.” terangnya.
Bagi Suproni, perjalanan ini menjadi napak tilas perjalanan Presdir membangun Koperasi BMI. Dari desa pelosok di Lereng Sorik Marapi, Penerima Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI itu menjadi sosok sentral membangun koperasi syariah terbesar di Banten.
”Pak Presdir dan Pak Wapresdir telah membimbing dan mengajari kita untuk bisa membesarkan Koperasi BMI Group. Dahulu mereka berjuang membangun ini karena tak ingin generasi selanjutnya akan susah seperti mereka. Sekarang kita tinggal menjaga dan memajukan Koperasi BMI Group, karena Allah tahu yang berjuang dan berdoa akan mendapatkan keberkahan dan kesuksesan di dunia dan di akherat. Terima kasih pak Presdir, dan seluruh pengurus dan pengawas BMI Group,” terang Roni.
Usai menikmati keindahan Wisata Sopotinjak. Rombongan pun beranjak ke Pasar Panyabungan, Mandailing Natal. Presdir dan rombongan melakukan Briefing bersama Manajer Area dan Manajer Store di Kantor BMI Point Regional 1 Sumatera Utara. Di regional ini, Presdir kembali memperkenalkan produk Peci Khas Tangerang dan Madu Baduy BMI. Di Kota Sidimpuan misalnya, presdir memperkenalkan sirup salak khas Sidimpuan dan jahe merah. Kemudian di Panyabungan, presdir juga meng-endorse kopi Mandailing.
“Kita berikhtiar terus untuk mengoneksikan produk antar anggota, antar daerah, antar pulau di seluruh Indonesia. Di sini, peci bambu Tangerang sudah dikenal. Sebaliknya, bagaimana kopi Mandailing, kopi Sidimpuan dan manisan salak dari Sidimpuan juga bisa dikenal di Pulau Jawa,” terang Presdir Kamaruddin Batubara.
Manajer Regional Sumut Affandi Lubis mengatakan, total pedagang yang telah menjadi anggota yakni 208 orang. Mereka tersebar di Lima pasar, dua pasar di Panyabungan dan tiga pasar di Kota Padang Sidimpuan. Di wilayah Pemekaran Tapanuli Selatan itu, kehadiran BMI sangat membantu perputaran ekonomi pedagang.
”Sangat membantu. Banyak yang kaget mengapa BMI Point tidak membuka pelayanan sejak dulu. Sekarang, kami sedang mengupayakan adanya konektivitas usaha anggota seperti buah salak milik anggota BMI Point di Padang Sidimpuan bisa dikembangkan di pasar-pasar luar Sumut seperti Bukit Tinggi atau Payakumbuh,” kata Affandi didampingi Manajer Area Padang Sidimpuan Roy Saputra Batubara kepada Klikbmi.
Tak lupa, kami mengunjungi Runding Farm di Desa Runding, Kecamatan Panyabungan Barat, Madina—sekitar 12 kilometer dari Kota Panyabungan. Kami menemui langsung pemiliknya, Azwar Pulungan. Runding Farm kini menjadi tempat agrowisata.
Selain terdapat pepaya calina, kita juga bisa melihat perkebunan nanas, manggis, jeruk lemon, alpukat, jeruk dekokpon, kelengkeng, mangga, dan durian paling mahal di dunia, Musang King. Selama di lahan, Bang Azwar banyak memberikan insight pengelolaan perkebunan yang berarti bagi kami.
Demikianlah catatan singkat perjalanan Rombongan Koperasi BMI Grup mengelilingi Pulau Sumatera. Pulau yang dahulu disebut Swarnadwipa. Pulau yang kaya dengan emas. Emas tak selalu perhiasan, namun berbentuk semangat menuju perubahan yang lebih baik. Semangat menuju Peradaban Baru Koperasi Indonesia. Terima Kasih.
(Togar Harahap/Klikbmi)