Tangerang, klikbmi.com – Bagi para jamaah asal Aceh, sosok Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi akan selalu terngiang saat beribadah keTanah Suci. Mereka lebih mengenal Habib Abdurrahman dengan nama Habib Bugak Asyi.
Nama Habib Bugak Asyi dipakai Habib Abdurrahman saat berwakaf di Makkah. Bugak sendiri adalah panggilan khusus yang diberikan oleh para tokoh agama di Aceh. Di Makkah, Nama Asyi merujuk pada wakaf berupa tanah dan rumah di Makkah.
Sudah 200 tahun lebih, tempat itu menjadi tempat singgah bagi Jemaah asal Aceh yang melakukan ibadah Haji. Hingga kemudian, tanah dan rumah itu dinamakan Baitul Asyi yang jika diterjemahkan berarti Rumah Aceh.
Habib Bugak Asyi sebenarnya berasal dari Mekkah. Ia datang ke Aceh pada tahun 1760. Saat itu, Kesultanan Aceh masih dipimpin Sultan Alauddin Mahmud Syah I. Di sana, Habib Bugak menjadi orang kepercayaan sang sultan.
Selama berada di Aceh, Habib Bugak Asyi menjadi penggagas wakaf melalui uang masyarakat Aceh. Setelah mengumpulkan dana melalui sistem yang transparan, Habib Bugak Asyi kembali ke kampung halamannya di Mekkah pada tahun 1809 untuk membeli tanah di sekitar Masjidil Haram.
Setelah membeli tanah tersebut, ia membangun rumah singgah bagi masyarakat Aceh yang menunaikan ibadah haji. Tanah dan rumah wakaf tersebut diberi nama Baitul Asyi.Sebagai wujud komitmennya terhadap umat Islam, Habib Bugak Asya mengucapkan sumpah wakaf di hadapan hakim Mahkamah Syar’iyah di Mekkah di tahun 1809.
Seperti yang dilansir dari media humas Provinsi Aceh acehprov.go.id berikut sumpah Habib Bugak ini:
“Rumah (Baitul Asyi) itu digunakan sebagai tempat tinggal para jamaah haji dari Aceh yang datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan juga sebagai tempat tinggal orang Aceh yang menetap di Mekkah.” ,
Rumah Wakaf ini digunakan sebagai tempat tinggal para santri Jawi. Jawi adalah istilah untuk menyebut pelajar yang datang dari Asia Tenggara untuk belajar di Mekkah.
Kemudian di era kepemimpinan pemerintahan Arab Saudi yaitu Raja Malik Sa’ud bin Abdul Azis, Baitul Asyi terkena dampak perluasan lintasan thawaf di sekitar Masjidil Haram. Karena kejadian tersebut, maka pemerintah Arab Saudi memberikan kompensasi berupa uang tunai.
Kompensasi digunakan untuk membeli dua bidang lahan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram. Selain rumah singgah, Baitul Asyi dikembangkan menjadi sarana untuk mendongkrak bisnis berkelanjutan.
Maka dari itu, pengusaha membangun Hotel Elaf Al Mashaer dan Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi di kawasan Aziziah dengan sistem bagi hasil. Inilah yang menjadi sumber utama penghasilan wakaf hingga hasilnya dapat membiayai para jamaah haji asal Aceh.
Manfaat wakaf Habib Bugak semakin besar. Wakaf Baitul Asyi kini meliputi beberapa aset produktif, yaitu:
- Hotel Elaf Masyair. Hotel bintang lima dengan kapasitas 650 kamar yang berada di kawasan Ajiyad Mushafi, sekitar 250 meter dari Masjidil Haram.
- Hotel Ramada. Hotel bintang lima dengan kapasitas 1.800 kamar, yang berada di kawasan Ajiyad Mushafi, sekitar 300 meter dari Masjidil Haram.
- Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi di Aziziah. Bisa menampung 750 jemaah haji, didirikan di atas luas tanah 800 meter persegi.
- Tanah dan bangunan seluas 900 meter di Aziziah. Digunakan sebagai Kantor Wakaf Habib Bugak Asyi di Mekah.
- Gedung di kawasan Syaikiyah yang dibeli tahun 2017 oleh Naazir Wakaf Baitul Asyi senilai 6 juta Riyal. Gedung ini dijadikan tempat tinggal warga Arab Saudi keturunan Aceh dan orang Aceh yang bermukim di Arab Saudi secara gratis, tanpa batas waktu tinggal.
Pada musim haji 1444 Hijriah, Jemaah haji asal Aceh yang sudah sudah berada di Mekah, Arab Saudi menerima dana wakaf Baitul Asyi. Masing-masing jemaah mendapatkan uang sebesar 1.500 riyal atau sekitar Rp5,9 juta.
Pembagian uang tersebut diawali dengan penyerahan dana Baitul Asyi kepada 393 jemaah haji kloter 01-BTJ di kantor wakaf Baitul Asyi di Aziziyah, Mekah, pada Senin, 5 Juni 2023.
Dilansir dari Kantor Kementerian Agama, Petugas Haji Daerah kloter 01-BTJ, Umar Rafsanjani mengatakan, uang kompensasi wakaf Baitul Asyi untuk jemaah haji Aceh tahun 2023 sebanyak SAR 1.500, yang diserahkan Syekh Abullatif Baltou selaku nazir wakaf.
“Besaran dana yang diterima masing-masing 1.500 riyal atau sekitar 5.9 juta rupiah,” kata Umar.
Sementara itu, Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Aceh, Azhari mengatakan, uang wakaf Baitul Asyi dibagikan kepada semua jemaah haji yang berangkat dari embarkasi Aceh. Untuk bisa menerima dana tersebut, masing-masing jemaah harus memperlihatkan kartu Baitul Asyi yang dibagikan di asrama haji sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.
Sampai saat ini, wakaf yang sudah dijalankan ratusan tahun lalu, terus berkembang dan menjadi aset yang kemanfaatannya tak berhenti.
Kopsyah BMI mempunyai lahan sawah wakaf dengan luasan sawah produktif seluas 11 Ha di Kabupaten Tangerang. Dana untuk membeli sawah ini dikumpulkan dari wakaf para anggota. Kopsyah BMI menghimbau anggotanya untuk berwakaf Rp2.000 perminggu.
Dari hasil wakaf yang terkumpul sudah dapat membeli lahan sawah seluas 11 ha yang menjadi sawah wakaf. Sawah wakaf tersebut digarap oleh para anggota koperasi dengan sistem bagi hasil. Hasil sawah itu kemudian sebagian disedekahkan, sebagian di kembalikan ke dana wakaf dan sebagian untuk nazhir.
Sawah tersebut dikelola oleh petani dengan menggunakan sistem bagi hasil dengan porsi 35:65, yaitu 35 persen untuk koperasi dan 65 persen untuk petani. Inilah yang paling membedakan antara wakaf dengan zakat dan sedekah, yaitu pada sifat kemanfaatannya yang kekal, melebihi umur biologis kita. (togar/humas)
Dilansir dari berbagai sumber, Badan Wakaf Indonesia, acehprov.go.id & Kementerian Agama.
Alhamdulillah Karyawan Kopsyah BMI semuanya sudah menjalankan Wakaf