Berbahagialah Bagi Mereka yang Berjiwa Tenang

Info ZISWAF

Nasehat Dhuha Jumat, 13 Agustus 2021 | 4 Muharram 1443 H| Oleh:  Tim Humas BMI

KLIKBMI. COM – Sahabat BMI Kliker yang dirahmati Allah SWT, dalam surah-surah tertentu, Allah SWT bersumpah dengan menyebut makhluk ciptaan-Nya. Salah satunya seperti pada pada surat An-Nazi’at, Allah bersumpah dengan menyebut malaikat tapi diulang –ulang sampai lima kali, tergantung pada apa tugas masing-masing malaikat itu.

وَالنّٰزِعٰتِ غَرۡقًا.وَّالنّٰشِطٰتِ نَشۡطًا.وَّالسّٰبِحٰتِ سَبۡحًافَالسّٰبِقٰتِ سَبۡقًا.فَالۡمُدَبِّرٰتِ اَمۡرًا‌ ۘ‏

Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang,dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (QS 79 : 1-5)

Juga pada surat Asy-syam (Matahari), Allah bersumpah dengan menyebut tujuh makhluk-Nya yaitu matahari bulan, siang, Malam, langit, bumi dan jiwa. Lewat ketujuh makhluk itu Tuhan bersumpah tentang jiwa, suatu indikasi betapa pentingnya jiwa itu bagi manusia. Di bagian lain dari surat tadi ditegaskan Allah,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاها وَقَدْ خابَ مَنْ دَسَّاها

Artinya: Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS 91 : 9-10).

Dari ayat itu, ada dua macam jiwa manusia yaitu yang bersih dan yang kotor. Nanti akan terlihat mengapa kedua kategori itu terjadi dan bagaimana dampaknya bagi kehidupan manusia, terutama di akhirat.

Manusia seperti diketahui terdiri atas jasad dan jiwa. Seorang penyair dari Mesir, Ahmad Syauqi, menegaskan “hanyalah karena jiwa dan bukan karena jasad engkau disebut  manusia”. Maka bila jiwa seseorang sudah kotor, ia dianggap tidak mempunyai jiwa lagi. Ia hanya mempunyai nyawa. Hanyalah jiwa dan bukan nyawa yang mampu melihat, mendengar dan memahami wahyu. Orang yang dianggap tidak lagi berjiwa itu sudah seperti hewan bahkan lebih sesat lagi (lihat QS al-A’raf 179). Hewan tidak di hisab sementara hisab tetap diberlakukan pada jiwa yang kotor itu. Jadi hewan lebih beruntung dari dia.

Jiwa yang bersih itu disebut pula jiwa yang tenang (al-nafs al-muthmainnah).

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ . ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً . فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam posisi suka dan disukai. Maka bergabunglah dengan hamba-hamba –Ku dan masuklah ke dalam surga Ku”. (QS Al-Fajr 27-30).

Jelaslah manusia hendaklah menyucikan jiwanya guna menuju hidup abadi yang diridhai Tuhan. Tetapi itu tidak mudah karena ayat lain menegaskan pula “sesungguhnya jiwa itu amat mendorong (manusia) menuju ke kejahatan” (QS. Yusuf 53). Inilah problem manusia sesungguhnya.

Di satu sisi jiwa bisa membuatnya mampu menyambut seruan Tuhan untuk bergabung dengan hamba-hamba-Nya yang lain, akan tetapi di sisi lain jiwa pulalah yang membuatnya gagal bergabung dengan mereka, artinya gagal masuk surga-Nya. Ia malah disebut al-nafs al-lawwamah (jiwa yang tercela). Padahal semua manusia pada dasarnya diberi potensi oleh Tuhan untuk memiliki jiwa yang tenang itu akan tetapi kebanyakan mereka salah pilih. Konsekuensinya mereka gagal alias merugi.

Manusia sebagaimana diketahui terdiri atas wujud materi yaitu fisik (jasad) dan wujud inmateri yaitu jiwa (rohani). Masing-masing mempunyai keperluan sendiri. Jasad memerlukan makan dan minuman, seperti kalori, karbohidrat, vitamin, serat dan lain-lain secara berimbang. Bila tidak,bisa timbul efek berbagai penyakit.

Demikianlah pula  dengan jiwa. Ia memerlukan makanan yang sering kita sebut sarapan atau siraman rohani, seperti salat, berzakat, berinfak dan berbagai ibadah lain. Pada dasarnya serapan jiwa itu ada dua, yaitu ibadah mahdhah (pokok) yang berguna menjaga hubungan vertikal kita dengan Allah seperti salat. Sarapan jiwa yang kedua disebut ibadah ghair mahdhah (bukan pokok), yang berguna memelihara hubungan horizontal kita sesama makhluk sosial yang biasanya disebut ibadah sosial seperti  menyantuni  anak yatim, fakir miskin dan banyak lainnya.

Jasad yang kekurangan makanan relatif lebih mudah ditangani. Ketika ia sakit bisa berkonsultasi dengan dokter dan ketika ia tidak punya biaya pemerintah membantunya melalui program BPJS.  Bagaimana sikap jiwa “menyantap” sarapan yang disediakan Tuhan untuknya? Baca kembali kesimpulan Tuhan setelah Dia bersumpah melalui tujuh ciptaanNya tadi.

Ada dua kategori jiwa; pertama, jiwa sukses (sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu). Kedua, jiwa gagal (dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya). Jadi jiwa sukses itu beruntung karena bersih dan jiwa gagal sebaliknya merugi karena kotor.

Mengapa ada jiwa bersih dan jiwa kotor? Jawabannya tergantung pada cara ia menyikapi sarapan yang disediakan Tuhan untuk mereka. Sarapan itu seperti tadi disebutkan berupa ibadah vertikal (salat, puasa, zakat dan menunaikan ibadah haji) dan berupa ibadah horizontal/ ibadah sosial yang ragamnya banyak sekali seperti membantu korban bencana dan sebagainya.

Jiwa bersih akan senantiasa memelihara kedua hubungannya dengan Tuhan dan manusia. Dalam hubungan dengan Sang Pencipta ia tidak pernah absen dalam menegakkan salat fardhu. Ia bahkan selalu atau sewaktu-waktu menegakkan salat sunat. Dalam bulan Ramadhan, ia selalu berpuasa dan tidak melakukan hal-hal  yang mengurangi pahala puasa seperti berdusta, memfitnah dan lainnya.

Ketika Tuhan memberinya rezeki yang jumlahnya mencapai nishab ia mengeluarkan zakat. Selain zakat ia mengeluarkan pula hartanya untuk keperluan sosial. Mengenai ibadah haji, ketika ia memenuhi pelbagai persyaratan sehingga ia dinilai mampu , ia berangkat ke Tanah Suci. Lengkaplah sudah keempat ibadah pokok dipenuhinya. Semuanya didasari niat yang ikhlas, agar ibadahnya itu diterima Yang Maha Adil.

Adapun mengenai ibadah sosial, ia tidak ketinggalan melakukannya sepanjang Tuhan masih memberinya tenaga, kesempatan dan rezeki.

Jiwa yang tetap ‎pada keimanan dan keyakinan, membenarkan firman Allah, meyakini bahwa ‎Allah adalah Tuhannya, tunduk serta taat kepada perintah Allah, ridla dengan ‎ketetapan (qadla) serta takdir (qadar) Allah, yang selamat dari adzab Allah, ‎yang selalu tenang dan damai dengan terus berdzikir kepada Allah.‎

Jiwa yang demikian inilah yang kelak ketika kembali kepada Allah akan ‎disambut dengan sapaan mesra: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada ‎Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam ‎jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku.” Wallahu A’lam.

Mari terus ber-ZISWAF (Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf) melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela : 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI : 0000000888

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *