Bersamaisme, Konsep Pembangunan Berkelanjutan Dari Pemikir Ekonomi Islam Kahrudin Yunus

BMI Corner

Pentingnya gotong royong untuk melawan oligarki ekonomi untuk mencapai kemakmuran bersama

Klikbmi.com-Kahrudin Yunus pada tahun 1955 mempublikasikan gagasan yang dia sebut sebagai “Sistem Ekonomi Kemakmuran Bersama” yang dasarnya terinspirasi dari visi moralitas Islam dalam pembangunan sosial-ekonomi, serta dari semangat gotong royong masyarakat Indonesia. Sebagaimana pengakuannya, proposal pemikiran yang dia kembangkan berasal dari pengalaman akademik dan empiris dari banyak negara, seperti: Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Selatan.

Kahrudin menegaskan bahwa masalah utama ekonomi terletak pada mekanisme distribusi yang berbasis perdagangan. Keadaan ini diperparah oleh semakin bergesernya fungsi uang dari aslinya. Konsekuensinya, yang akan menikmati hasil perekonomian adalah pemilik modal. Hal ini pada ujungnya menciptakan ketimpangan antara yang kaya dan miskin.

Kahrudin sejak tahun 1947 melalui tesisnya di Kairo University, yang terbit menjadi buku berjudul “hadzihi hiya Indonesia,” menegaskan bahwa masa depan pembangunan Indonesia bergantung pada dua aspek, yaitu: sumber daya alam dan keahlian. Yang pertama telah disediakan oleh alam, sedangkan yang kedua, berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan yang harus menjadi prioritas pembangunan.

Dalan disertasi doktoralnya Kahrudin menyebut bahwa, biaya pembangunan sebuah negara hendaknya bersumber dari tabungan bukan utang. Karena bila bersumber dari utang, maka hanya akan menjadi beban   yang   berat   (ثقيل   عبء)   yang   harus   ditanggung   generasi mendatang. Sayangnya, kebijakan Indonesia pada awal kemerdekaan, sebagaimana temuan Kahrudin dalam disertasi doktoralnya, sama sekali tidak melayani kepentingan jangka panjang Indonesia.

Di hadapan peserta Kongres Persatuan Islam di Bandung, 19 Desember 1956, Kahrudin Yunus mengkritik sistem ekonomi Indonesia sebagai sistem yang korup. Sebab, hukum yang berlaku di Indonesia, justru membuka peluang terjadinya “pencurian tertib di bawah perlindungan hukum.”

Kritik Kahrudin Yunus tersebut pada dasarnya cukup beralasan. Sebab, sejak Indonesia merdeka, penyelenggaraan pembangunan Indonesia terkonsentrasi pada eksploitasi sumber daya alam. Ini tidak terlepas dari paradigma pembangunan yang digunakan. Developmentalism (Pembangunan) sebagaimana menjadi jargon pembangunan pada masa orde baru berujung pada krisis moneter dan tingginya angka korupsi di Indonesia.

Dua jilid buku Sistem Ekonomi Kemakmuran Bersama Karya Kahrudin Yunus. terbitan Fikiran Baru Djakarta. Jilid I terbit tahun 1955, terdiri atas 352 halaman, dan Jilid II terbit 1956, terdiri atas 392 halaman. Pemesanan bisa menghubungi Sularto, 081285127765 dengan mentransfer paket 2 buku hardcover senilai Rp 370 ribu sudah termasuk ongkir

Lantas apa itu Sistem Ekonomi Kemakmuran Bersama (Bersamaisme) besutan Kahrudin Yunus. Sistem Ekonomi Kemakmuran Bersama adalah sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan distribusi; baik distribusi sumber daya alam, kesempatan kerja, dan hasil produksi kepada seluruh masyarakat dengan meningkatkan kerja-kerja yang produktif dan inovatif serta menghapus atau menghilangkan segala sesuatu yang dapat menghambat terwujudnya tujuan tersebut.

Kaharudin menyebut bahwa perdagangan yang timpang menjadi mekanisme distribusi yang tidak adil dan penghambat pembangunan karena perdagangan menciptakan rantai distribusi yang panjang dan pada saat yang sama, menimbulkan kelompok saudagar (oligarki), sehingga terjadi persaiangan yang tidak sempurna. Untuk itu, pemerintah memainkan peranan penting mengetengahi kepentingan seluruh anggota masyarakat; melindungi dan menjamin setiap anggota masyarakat mendapatkan akses untuk kesejahteraannya.

Pembangunan dalam perspektif bersamaisme dimulai dengan upaya menghapus segala sesuatu yang dapat menghambat pembangunan itu sendiri. Biaya pembangunan diupayakan berasal dari tabungan yang kemudian dialokasikan untuk prioritas pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur.

Itulah sebabnya, pentingnya membangun dari desa yang penduduknya banyak mengalami keterbelakangan. Kahrudin Yunus dalam hal ini dipengaruhi oleh konsep pembangunan dalam tradisi ekonomi mazhab Austria. Hal ini cukup beralasan di negara-negara yang baru saja merdeka. Tidak lain dimaksudkan untuk menjaga kedaulatan ekonomi negara tersebut agar terhindar dari hegemoni dan dominasi asing.

Konsep pembangunan dalam sistem ekonomi kemakmuran bersama menekankan pada pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimulai dari desa. Konsep ini pada dasarnya sangat relevan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Masalah ketimpangan juga menjadi isu utama pembangunan yang menurut Kahrudin Yunus, juga berakar dari mekanisme distribusi yang tidak adil. Secara teori, Thomas Piketty menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah jaminan pemerataan kesejahteraan telah terjadi.Sebaliknya, nilai pertumbuhan ekonomi suatu negara (economic growth = g) yang lebih kecil dari pada rate of return atau tingkat keuntungan yang diperoleh dari investasi modal (r> g), menunjukkan tingginya angka kesenjangan.

Artinya, konsentrasi kekayaan terpusat pada pemilik modal atau golongan elit ekonomi, atau dengan kata lain kapitalisme semakin tumbuh subur. Oxfam Briefing Paper melaporkan bahwa 1% penduduk terkaya Indonesia menguasai 49% total kekayaan. Hasil penelitian Magawati Institute tentang Oligarki Ekonomi, juga menunjukkan hal yang sama. Laju pertumbuhan kekayaan 40 orang terkaya Indonesia 4 kali lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi nasional sejak 2006 sampai 2016.

Kelompok oligarki ekonomi inilah yang menguasai panggung politik, sehingga mereka dapat mempengaruhi proses pembuatan undang- undang maupun kebijakan pemerintah lainnya. Keadaan ini, menurut Kahrudin Yunus, berpangkal dari adanya ketimpangan pendapatan yang besar antar anggota masyarakat, sehingga kelompok kaya dapat mempengaruhi proses demokrasi elektoral.

Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa Kahrudin Yunus memiliki pandangan yang berbeda dari arus utama pemikiran ekonomi Islam pada umunya. Dia tercatat sebagai sarjana pertama yang menulis pemikiran ekonomi Islam secara ilmiah. Buku Sistem Ekonomi Kemakmuran Bersama menjadi karya klasik dalam pemikiran ekonomi, namun sayangnya tidak banyak sarjana Indonesia yang memperhatikan karya ini. Padahal, karya Kahrudin bukanlah gagasan besar yang diuraikan dalam tataran utopia atau ideologis. Sebaliknya ditulis berdasarkan hasil kajian yang mendalam, sistematis dan ilmiah.

Dari segi waktu, karya Kahrudin lebih awal bila dibandingkan dengan Iqtsihaduna karya Muhammad Baqir al-Shadr yang terbit tahun 1960.23 Akan tetapi, “suara Kahrudin tenggelam dalam arus politik kekuasaan yang terjadi pada tahun-tahun 1960-an, sehingga usahanya tidak banyak mendapat tanggapan. Ketika perhatian pada ekonomi Islam muncul kembali, orang tidak merujuk pada apa yang sudah dikerjakannya. Afiliasi politik Kahrudin Yunus dengan partai Masyumi, menurut Kuntowijoyo, menjadi faktor utama yang menyebabkan karya akademik tenggelam dalam arus politik kekuasaan.

Secara akademis, adanya karya Kahrudin Yunus membantah pendapat Rémy Madinier yang menyatakan bahwa tidak ada pemikiran ekonomi Islam dari kader Masyumi yang ditulis secara sistematis, yang ada hanya menjadikan isu ekonomi sebagai alat untuk menarik simpati masyarakat.

Dalam konteks ekonomi politik, pemikiran Kahrudin Yunus justru menegaskan Pentingnya gotong royong untuk melawan oligarki ekonomi untuk mencapai kemakmuran bersama.

Selain buku Sistem Ekonomi Kemakmuran Bersama, Kahrudin Yunus juga menulis tidak kurang dari 15 lainnya, seperti alam dan manusia, lima seri buku pedoman hidup, sistem politik ekonomi Pancasila, ketuhanan yang maha esa dalam negara Pancasila, dan lainnya. Dia juga menulis banyak artikel yang tersebar di majalah Pandji Islam, harian Persamaan, majalah Penjuluh Agama, harian al- Tsaqafah dan Ikhwan al-muslimin.

Upaya Kahrudin Yunus dalam menyebarkan gagasannya juga terlihat dari kegiatannya, baik sebagai dosen, penulis, maupun tokoh masyarakat dalam banyak kegiatan, seperti: kuliah umum, seminar, ceramah agama, maupun melalui pergerakan organisasi (Masyumi dan Muhammadiyah). Tidak hanya itu, pada tahun 1970-an, dia juga berusaha mendirikan Akademi Ekonomi Islam di Yogyakarta yang sempat berjalan selama 1 bulan, namun ditutup karena keterbatasan biaya.


(Disadur dari Disertasi Doktoral S3 Adirahman Mahasiswa Prodi Studi Islam, UIN Sunan Kalijaga berjudul KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM SISTEM EKONOMI KEMAKMURAN BERSAMA: Telaah Pemikiran Ekonomi Islam Kahrudin Yunus (1915-1979))

Share on:

2 thoughts on “Bersamaisme, Konsep Pembangunan Berkelanjutan Dari Pemikir Ekonomi Islam Kahrudin Yunus

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *