Kambara Sharing Model Tata Kelola Substitute Collateral: Dr. Nining “Cooperative Need High Touch, Not Only High Tech”.

BMI Corner

Tangerang, Klikbmi.com: Kamaruddin Batubara selaku Presiden Direktur Koperasi BMI Grup sekaligus Direktur Utama Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) selaku praktisi perkoperasian menjadi Kontributor Pemateri yang dilakukan oleh Kelompok Riset Perkoperasian dan Lembaga Keuangan Mikro pada Pusat Riset Koperasi, Korporasi dan Ekonomi Kerakyatan.

Kegiatan yang dilaksanakan via daring tersebut turut mengundang akademisi, Pejabat Pemerintah Pusat atau Daerah untuk saling berkolaborasi, berpartisipasi dan berkontribusi melalui kegiatan diskusi perkoperasian dan lembaga keuangan mikro di Indonesia.

Kamaruddin Batubara yang karib disapa Kambara tersebut memaparkan pengalaman Kopsyah BMI yang telah beroperasional sejak 2013 tentang model tata kelola penjaminan kelompok atau substitute collateral untuk mengakses pembiayaan mikro. Dimana, Kopsyah BMI menjalankan operasional dengan model BMI Syariah selaku modifikasi pola grameen bank. Pada produk Mikro Mitra Usaha (MMU) Kopsyah BMI tidak mensyaratkan agunan untuk Anggota yang mengakses pembiayaan hingga Rp 200 juta.

Kambara menjelaskan Model BMI Syariah merupakan perpaduan nilai solidaritas, individualitas, kolektivisme dan semangat untuk saling tolong-menolong dan gotong royong dari pemikiran Bung Hatta bahwa Koperasi Simpan Pinjam adalah sendinya Koperasi yang diseimbangkan dengan penerapan nilai syariah. Model BMI Syariah merupakan modifikasi dengan lima instrumen pelayanan model BMI Syariah melalui sedekah, pinjaman, pembiayaan, simpanan dan investasi. Dan 5 pilar berupa pilar  ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual” paparnya.

“Kopsyah BMI tidak mensyaratkan agunan karena justru kita menyentuh masyarakat yang tidak bankable. Kopsyah BMI itu lebih dari sekedar simpan pinjam, kita harus memanusiakan manusianya. Intinya, di Kopsyah BMI kita membentuk keluarga, koperasi itu sebuah keluarga, sejatinya keluarga tidak ada yang saling menyakiti harus menjaga keutuhan keluarganya” Lanjut pria penerima penghargaan satyalencana wirakarya dari Presiden Republik Indonesia tersebut.

Pertemuan yang dihadiri oleh Akhmad Junaidi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan tim, Nining Soesilo selaku Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dan tim, Dinaskop dan UKM Provinsi Banten, serta Sutrisno mewakili Asdep Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM turut mencermati pengalaman Kopsyah BMI tidak mensyaratkan tanggung renteng kepada Anggota kelompoknya. Pasalnya, tanggung renteng tersebut tidak dapat dijadikan patokan tanggung jawab dari Anggota Koperasi. Tanggung renteng justru dapat memicu timbulnya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab karena membebankan hutangnya kepada Anggota kelompoknya. Pada kesempatan tersebut, para pakar membahas terkait pergeseran moral masyarakat akibat pinjaman online (pinjol). Karena budaya berkoperasi yang berasaskan gotong royong dan kekeluargaan semakin hilang dan ternodai karena pinjol tersebut.

Senada dengan Kambara beserta sistem yang dijalankan oleh Kopsyah BMI, Nining Soesilo menyatakan alih-alih hanya meningkatkan sistem teknologi, masyarakat itu justru butuh sentuhan lebih secara langsung melalui koperasi dengan sistem grameen bank seperti yang dijalankan Kopsyah BMI. “Masyarakat itu perlu disentuh hatinya terus menerus, High touch lewat pertemuan yang terus menerus terjadi setiap minggu akan menciptakan rasa memiliki dan meningkatkan rasa kekeluargaan dalam koperasi, berbeda dengan pinjol. Karena apa yang kita lihat dalam teknologi itu tidak secara keseluruhan sehingga tidak bisa sempurna. ” ungkap Perempuan yang jadi CEO ICPPS Founder Advisor UKMC UI pada University of Indonesia.

“Cooperative need high touch, not only high tech. ya bu!?” Pungkas Kambara menimpali pernyataan Nining. (Nurjannah/Humas)

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *