Tangerang, klikbmi.com – Pengalaman 20 tahun Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui Model BMI Syariah hingga membangun holding Koperasi BMI Grup akan dituliskan dalam Jurnal Prisma Edisi Khusus Koperasi pada Januari 2024 mendatang.
Hal itu disampaikan Pemimpin Redaksi Jurnal Prisma Harry Wibowo bersama pendiri Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) juga pendiri Jurnal Prisma Ismid Hadad bersama rombongan di Kantor Pusat Koperasi BMI Grup, Gading Serpong Tangerang, Jumat 3 November 2023.
Kehadiran mereka disambut langsung oleh pencetus Model BMI Syariah yang juga Presiden Direktur Koperasi BMI Grup Kamaruddin Batubara. Dalam kunjungan itu, Harry Wibowo juga menyerahkan draft kerangka acuan Prisma yang akan membawa tema Gerakan Koperasi di edisi pertama tahun depan itu. Hadir pula Manajer BMI Institute Dr Baban Sarbana.
”Prisma edisi Koperasi kali ini berupaya menelusuri kembali sejarah koperasi dan memetakan problem dan kontradiksi kebijakan perkoperasian pada masa orde baru dengan sekarang termasuk menganalisis mengapa koperasi tidak dapat tumbuh dan menggelora. Ditambah lagi adanya kasus koperasi bodong yang membuat stigma negatif terhadap koperasi meningkat,” jelas Harry Wibowo.
”Saat mendengar cerita Pak Kambara (sapaan akrab Kamaruddin Batubara) mengenai BMI dan Pasal 33 UUD 1945 di Ikopin University, stigma buruk koperasi itu hilang. Inilah koperasi Indonesia yang divisikan oleh Bung Hatta. Kami bersepakat kisah succses story membangun Koperasi BMI dan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat seperti pemberian rumah gratis untuk diangkat di Jurnal Prisma. Pak Kambara telah mengimplementasikan BMI sebagai koperasi yang berkontribusi menredistribusikan kesejahteraan kepada anggota dan masyarakat,” tambahnya.
Selain Kopsyah BMI, sambung Harry Wibowo, sejumlah nama-nama penggiat koperasi juga ikut ambil bagian dalam edisi ini. Seperti pengamat koperasi Suroto, pencetus Credit Union Robby Tulus termasuk Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki.
Prisma diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Majalah ini sempat berhenti terbit sejak 1998 dan terbit kembali mulai 17 Juni 2009. Misi Prisma adalah menjadi media informasi dan forum pembahasan masalah pembangunan ekonomi, perkembangan sosial dan perubahan kultural di Indonesia dan sekitarnya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, survei, hipotesis atau gagasan orisinal yang kritis dan segar.
Dalam kesempatan itu, Ismid Hadad menyerahkan Jurnal Prisma Classic yang ditulis di decade 70-an hingga 90-an kepada Kambara. Mantan aktivis 66 itu mengatakan, pemikiran ekonomi kerakyatan yang divisikan Bung Hatta lewat koperasi masih sangat relevan diteladani oleh pemangku kebijakan menghadapi kondisi ekonomi Indonesia yang kapitalistik ini.
”Konsep Bung Hatta tentang koperasi sebagai senjata melawan eksploitasi kapitalisme, termasuk korporasi global. Caranya dengan menyatukan ekonomi rakyat yang kecil-kecil ke dalam koperasi,” jelasnya.
Ciri koperasi , sambung Ismid adalah menjamin kemakmuran bersama. Hal ini karena Bung Hatta mengusung bentuk organisasi produksi yang bersifat kolektif. “Bung Hatta selalu menekankan pentingnya membangun usaha bersama untuk kesejahteraan bersama,” tuturnya.
Sementara, Kambara menyambut ini dengan hangat bunga rampai pemikiran dari tokoh-tokoh Gerakan Koperasi bisa dibukukan oleh Jurnal Prisma. Ia mengatakan, Edisi Koperasi menjadi langkah bersama untuk memperjuangkan kembali Pasal 33 UUD 1945 dari berbagai lapisan. Bukan hanya praktisi koperasi, namun juga akademisi dan pemerintah. Mengembalikan lagi koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia.
”Saya memaknai pertemuan dengan Bung Harwib dan Pak Ismid bahwa ada pesan yang disampaikan untuk kita perjuangkan bersama,” paparnya.
Selama perjalanannya menjadi narasumber baik di koperasi dan lembaga pendidikan, ia selalu mengutip tulisan Bung Hatta dalam buku Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat yang ditulis LP3ES. Koperasi BMI bisa mengusulkan Model BMI Syariah untuk jurnal Prisma nanti.
”Model BMI Syariah merupakan perpaduan nilai solidaritas, individualitas, kolektivisme dan semangat untuk saling tolong-menolong dan gotong royong dari pemikiran Bung Hatta diseimbangkan dengan penerapan nilai syariah. Model BMI Syariah merupakan modifikasi dengan lima instrumen pelayanan model BMI Syariah melalui sedekah, pinjaman, pembiayaan, simpanan dan investasi. Dan 5 pilar berupa pilar ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual” paparnya.
Kambara melihat banyak koperasi kehilangan makna kemandiriannya karena tidak memupuk modal dari anggotanya. ”Kenapa kita menamai koperasi simpan pinjam, menyimpan dahulu baru meminjam, agar ia bisa mandiri. Ajaran Bung Hatta menekankan pada kesadaran orang untuk hidup mandiri, orang itu harus kaya dengan kemauan menabung. Dan ini harus dibudayakan dengan masif. Dan kami punya gerakan menyimpan seribu sehari atau Gemaseri dan kita pratekkan sampai sekarang. Dan di buku saya Model BMI Syariah itu, menabung itu wajib. Dan ini harus di ajak, “ jelasnya.
Kambara juga mengingatkan, bahwa membangun koperasi syariah wajib mempraktekkan nilai-nilai sosial (social value). Kopsyah BMI punya gerakan Gassiteru kepanjangan dari gerakan sedekah Rp3.000 seminggu. Rp1.000 untuk infak, dan Rp2.000 untuk wakaf. Dari Gassiteru, Kopsyah BMI telah membangun 168 rumah gratis untuk non anggota. Dari wakaf Rp2.000 seminggu, BMI telah mengumpulkan Rp33,2 miliar.
”Kami telah menyerahkan 443 rumah gratis. Dan itu nilainya Rp31,5 juta sampai Rp60 juta untuk satu rumah. Kita punya gerakan Gassiteru, yang dari wakafnya mencapai Rp33,2 miliar. Inilah koperasi, gerakan gotong royong dalam QS Al Maidah ayat 2 untuk saling tolong menolong dalam kebaikan,” paparnya.
Kambara mengusulkan Prisma juga menuliskan pemikiran para penggiat koperasi lainnya di Edisi Khusus Koperasi Jurnal Prisma. Seperti Best Practice Andi Arslan Junaid Ketua Pengurus Kospin Jasa dalam mengelola koperasi simpan pinjam dengan asset terbesar di Indonesia, Koperasi Syariah BMT UGT Nusantara Sidogiri, BMT Beringharjo dan masih banyak lainnya. Termasuk beberapa koperasi kredit (kopdit)/Credit Union seperti di Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur.
“Koperasi di Indonesia baik yang dari Timur dan Barat Indonesia tentu membuat inovasi dalam koperasinya. Dan ini belum seragam, karena belum ada akademisi yang menuliskannya. Dan prisma bisa menjembatani ini agar kita rumuskan bagaimana koperasi yang Indonesia,” ujar Kambara.
Seperti yang dicontohkan oleh Bung Hatta. Bagaimana ide-ide gotong royong dalam budaya Minangkabau mampu menopang perekonomian masyarakat dan kemanakan Ninik Mamak yang diistilahkan sebagai batobo. Sama halnya dengan adat istiadat Dalihan Natolu di masyarakat Tapanuli yang juga dapat membentuk struktur koperasi yang tahu fungsi dan tugasnya masing-masing. Bila seseorang berada pada kedudukan mora, maka dia lah yang bertanggungjawab sebagai ketua/pimpinan, dan anak boru sebagai pekerja yang bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan. ”Hal-hal ini yang harus kita munculkan dalam semangat berkoperasi di Indonesia,” jelasnya.
(togar/humas)