Nasehat Dhuha Senin, 3 Januari 2022| 29 Jumadil Awal 1443 H | Oleh : Sularto
Klikbmi, Tangerang – Sahabat Klikbmi.com tema nasehat dhuha kita kali ini adalah kebahagiaan sejati/hakiki atau kebahagiaan yang sebenarnya. Kebahagiaan yang sebenarnya berasal dari hati yang bersih, timbul dari dalam relung hati yang paling dalam. Kebahagiaan sejati bukan hanya milik orang kaya saja. Allah sungguh Maha Adil memberikan kebahagiaan sejati ini bukan diukur oleh kebendaan. Boleh saja orang lebih kaya, tetapi belum tentu lebih bahagia. Kita bisa menemukan kebahagiaan sejati apapun profil kehidupan kita saat ini.
Banyak persepsi tentang soal kebahagiaan karena sebagian orang sangat berorientasi pada duniawi. Dalam Islam, kebahagiaan pada dasarnya merujuk pada salah satu kata dalam bahasa Arab yang disebut sa’adah. Sa’adah adalah kata bentukan dari suku kata sa’ada, yang berarti bahagia. Dalam satu ceramah yang diambil dari akun Youtube.com pada channel dakwah insani, Ustaz Abdul Somad (UAS) mengatakan hakekat kebahagiaan bisa diambil dari cerita ini.
“Apa hakikat bahagia itu, ada seorang kaya dengan harta yang banyak dan berlimpah. Dia naik kereta yang besar, megah dan mewah. Dalam perjalanan dia sambil melihat-liat keluar memandang padi di sawah di sekelilingnya yang hijau lalu dia pandang ada setiap anak kecil membawakan makanan bersama ibunya menuju pondok di tengah sawah, suamipun sudah menunggu makanan tiba. Apa kata orang kaya di dalam kereta. Oh bahagianya jadi seorang petani, ditengah perutnya lapar, istri dan anaknya datang membawa makanan. Air minum dapat menghilangkan dahaga, Lapar hilang rindu pun sirna, Karena istri dan anak ada di sekitar dia. Bahagianya menjadi seorang petani, kata orang kaya di dalam kereta. Masa orang kaya berpikir bahwa dia tidak bahagia. Sedangkan si petani bersama anak dan istrinya yang ada di pondok tua itu pula memandang orang kaya di atas kereta, apa kata dia. Betapa bahagianya orang kaya naik kereta sedangkan aku hanya duduk di pondok yang tua. Maka pada hakekatnya dua-duanya tidak bahagia,” ungkap UAS dalam ceramahnya.
“Oleh sebab itu jika kita baca kitab-kitab, makna Sya’adah, bahagia adalah ‘Insyiroussodr‘. Ketika hati terasa lapang apapun yang datang. Kalaulah orang petani yang di pondok tua itu hatinya lapang tentulah dia bahagia. Kalaulah orang kaya yang ada di kereta itu hatinya lapang tentunya dia bahagia” ujarnya lagi.
UAS melanjutkan cerita Nabi Musa pada waktu di tengah kesusahan hatinya akan melawan ayah angkat (Fir’aun), dia minta hati yang lapang kita semua baca doa itu. Nabi Musa meminta kepada Allah dengan berdoa :
“Itulah kenapa kakinya pecah, giginya patah dan pelipisnya berdarah akan tetapi dia tetap tersenyum bahagia, karena hatinya lapang dan Allah sudah lapangkan hatinya untuk dia” Kata UAS dalam ceramahnya.
UAS menambahkan,”Apa kata Allah, Alam nasyrah laka shadraka. Itu beda Muhammad dengan Musa. Musa meminta agar dilapangkan dadanya, sedangkan Nabi Muhammad tidak meminta, akan tetapi Allah tetap membaginya kepada Muhammad. Apa kata Allah : “
“Maka bahagia itu adalah ketika hati terasa lapang. Bila kita nampak raut wajah orang yang senang dan cerah maka kesenangan bukan pada wajahnya. Bila orang nampak melangkahkan kakinya dengan senang penuh wibawa maka kesenangan bukan pada kakinya. Bila tampak ayunan tangannya tak tergesa-gesa, maka bahagia bukan pada tangannya. Di mana letak bahagia itu, “A’laa Filjazadilmutrohk”. Ketauhilah di dalam jazad ada sekumpal darah di dalam hati, kalau dalam segumpal itu baik maka semuanya akan ikut baik” ujarnya lagi.
“Jikalau yang segumpal itu rusak maka seluruh jazad itu akan ikut rusak. Yang segumpal itulah yang mengendalikan mata, kaki, tangan. Yang segumpal itulah tempat rindu, benci, marah, ridho, ikhlas, fasik, hasad dan kufur. Di sanalah bersemayam rindu dan benci, maka jangan terlampau benci. Dan kalau kamu sayang maka sayanglah secukupnya saja. Kalau kamu benci maka bencilah secukupnya saja. Karena bisa saja hari ini sayang besok tidak akan sayang lagi, hari ini benci maka besok tidak akan benci lagi” masih kata UAS.
Abdul Somad menambahkan agar menjaga terhadap hati dari pada menjaga harta dan anak. Karena pada hari itu tidak ada guna harta, tak ada guna anak kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang salim. Qolaba, selalu berbolak-balik. Qolaba, tidak selamanya bahagia. Kadang pagi senang, petang datang diapun susah. Kadang pagipun lapang maka petangpun hati yang gundah.
Maka untuk bisa menetapkan pada hati agar tidak berubah, selalu berdzikir kepada Allah,” ungkap UAS dalam ceramahnya. Karena berapa banyak orang yang mungkin tampaknya susah akan tetapi masih bisa tersenyum. Namun sebaliknya bagi orang yang tampaknya senang akan tetapi belum tentu kesenangan itu singgah pada hatinya.
Sedangkan hati adalah milik Allah SWT, maka segalanya perlu kembalikan kepada kehendak Allah SWT. Lillahi mafis samawati wamafil ard. Semua yang ada di langit, di bumi itu adalah semua milik Allah, maka akan kembali kepada Allah.
Itulah maka kita harus menjauhi sifat yang dalam bahasa jawa popular disebut sawang sinawang. Menurut Wikipedia sawang sinawang artinya sebuah ungkapan bahasa Jawa tentang perilaku membanding-bandingkan kehidupan diri sendiri dengan orang lain. Pepatah ini mengandung ajaran untuk tidak membanding-bandingkan kehidupan seseorang dengan orang lain, karena apa yang dipandang belum tentu seindah atau semudah yang tampak.
Kita harus mulai mengenali diri, kita harus mewajibkan kita untuk selalu menikmati kebahagiaan dengan cara kita sendiri. Panduannya sudah jelas. Bahagia dari hati, sehingga untuk bahagia kita cukup melapangkan hati.
Mari terus ber-ZISWAF (Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf) melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BSI eks BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela : 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI : 0000000888. (Sularto/Klikbmi)