Kisah Jatuh Bangun Usaha Aksesoris Motor Pasutri Anggota Kopsyah BMI Cabang Parung
Nasehat Dhuha, Senin 17 Oktober 2022 | 21 Rabiul Awal 1444 H | Oleh : Ustadz Sarwo Edy, ME
Bogor, Klikbmi.com – Dunia sedang di masa transisi. Usai pandemi yang memporak-porandakan ekonomi dua tahun lamanya, kini dunia mulai berbenah. Setiap orang mulai bangkit menuju perubahan yang lebih baik.
Tidak terkecuali bagi Desti Sutrimah, seorang ibu yang tinggal di Kampung Cogreg, Desa Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor ini. Wanita 29 tahun ini sehari-hari berjualan jajanan anak. Selain itu, ia juga menyediakan makanan dan minuman layaknya warung kopi lainnya, seperti mie goreng, kopi dan lain-lain.
“Alhamdulillah, saat ini saya jualan jajanan anak. Kalau suami saya jualan jok motor beserta asesories dan stiker,” terang Desti mengawali perbincangan bersama penulis.
Penuh perjuangan! Usaha perlengkapan motor itu punya sejarah tersendiri di kehidupan mereka. Pada tahun 2014, semenjak menikah, mereka memutuskan untuk usaha sendiri. Modal pertama mereka adalah cincin nikah.
“Sebelum menikah, dari tahun 2008 suami saya usahanya ikut kakak ipar jualan asesories motor. Semenjak menikah, kami ingin mandiri. Makanya kami ingin buka usaha sendiri. Pada saat itu modal awalnya Rp 2 juta. Uang itu hasil dari jualan cincin nikah,” paparnya.
Mereka merasa ada sedikit keajaiban. Karena setelah memutuskan untuk usaha sendiri, ada sedikit bantuan dari beberapa pihak hingga akhirnya bisa membuka usaha sendiri.
“Modal pertama usaha kami Rp 2 juta dari jual cincin nikah. Menurut logika, uang segitu tidak akan sampai kemana-mana. Karena sudah kenal sales, kami disupport oleh sales. Pada saat itu dikasih pinjaman Rp 3 juta dalam bentuk modal jok motor. Dikasih pinjam juga sama kakak Rp 3 juta” tambahnya.
Mereka pun langsung memulai usaha dari modal yang mereka punya. Waktu pun berjalan, usaha suaminya pun semakin berkembang. Sedikit demi sedikit ada keuntungan dari usaha yang mereka geluti itu. Hingga akhirnya, pandemi menghantam dan yang membuat suaminya kenal dengan bank keliling atau orang sering menyebut bangke.
“Ketika pandemi datang, kami pun mulai kenal bank keliling. Kami memaksakan diri meminjam karena usaha lagi jungkir balik. Karena keenakan meminjam, kami seakan terlena dan secara tidak sadar sudah meminjam lebih dari 5 lembaga,” jelas Bambang, suami Desti mengingat masa-masa pandemi
Bambang menambahkan, karena kecerobohan yang ia lakukan itu membuat banyak hal menjadi konsekuensinya. Dua unit motor harus ia jual dan masih banyak hutang dimana-mana.
“Gara-gara kecerobohan kami (dengan tidak bijak dalam mengelola pinjaman), 2 unit motor telah kami jual. Selain itu, kami juga dagangnya seperti anak kucing, sering berpindah-pindah tempat. Kami juga pernah ngalamin yang namanya susu anak nggak kebeli dan makan seadanya,” terang Bambang mengingat masa-masa sulit itu.
“Saya juga mendapat saran dari teman, kata dia sebenarnya kami ini lumayan hasilnya, cuma banyak yang dibayar (ke banyak lembaga). Akhirnya setelah saya cermatin lagi, baru tahu kendalanya. Makanya kami berniat merapikan satu per satu,” lanjut pria kelahiran Palembang itu.
Setelah mendapat saran dari temannya itu,Desti juga mendengar dari pamannya yang kebetulan Ketua RT wilayah tersebut bahwa ada lembaga keuangan yang bernama Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) mengadakan sosialisasi di rumahnya. Ia pun disarankan untuk ikut sosialisasi tersebut.
“Pada saat itu saya dikasih tau paman kalau ada sosialisasi Kopsyah BMI di rumahnya. Setelah saya mengikuti acara itu, saya langsung pulang ke rumah dan berdiskusi dengan suami,” tutur Desti menceritakan awal ia ingin jadi anggota BMI.
Dalam diskusi itu mereka hitung detail perihal uang yang harus dikembalikan dan uang yang harus ditabung. Hal itu dikarenakan mereka tidak ingin mengulangi pengalaman pahit yang pernah terjadi.
“Sebelum istri saya minjam di BMI, dia izin ke saya. Saya sudah rincikan dulu. Dari berapa pembiayaan yang ia dapatkan, per minggu berapa bayarnya sehingga per hari saya harus nyiapin uang berapa. Setelah beberapa pertimbangan, saya pun mengizinkannya untuk mendapat pembiayaan dari BMI,” terang Bambang.
“Selain untuk angsuran, kami pun berpikir bagaimana harus nabung setiap harinya. Karena suatu kejadian yang menimpa seseorang tidak ada yang tau. Makanya sekarang saya ada buku rincian. Saya tulis semua pemasukan dan pengeluaran di buku itu,” katanya.
Dari pembiayaan yang ia dapatkan dari BMI, ia gunakan untuk menambah modal makanan minuman yang ada di warungnya. Sisanya untuk menambah modal jok motor. “Pada saat itu saya dapat pembiayaan dari BMI sebesar Rp 5 juta. Uang itu saya gunakan untuk modal warung saya. Dan sisanya buat modal jok motor suami,” tambahnya menceritakan penggunaan pembiayaan dari BMI.
Hingga kini, ia sudah mendapatkan pembiayaan dari BMI sebesar Rp 14 juta (termasuk pembiayaan MTC Kopsyah BMI). Dengan permodalan dari BMI itu, sekarang ia sudah mengalami banyak perkembangan usaha.
“Alhamdulillah, sekarang usaha kami semakin berkembang. Saat ini saya bisa menambah usaha jualan cilok, es campur dan martabak telur. Selain itu, sambil menunggu warung saya juga membantu usaha teman menjahit kebaya,” terang Desti menceritakan perkembangan usahanya.
“Dan pastinya saya bersyukur, karena pembiayaan dari BMI, pinjaman dari lembaga-lembaga yang sebelumnya sudah kami lunasi. Kami pun sekarang kalau beli barang-barang buat jualan asesoris motor cash. Kami juga bisa menabung dan bantu orang lain. Saya ibaratkan posisi usaha di dalam lumpur, perlahan-lahan keluar dan sekarang semakin tenang,” katanya..
Desti menjadikan pengalaman pahit yang pernah ia alami sebagai pelajaran yang sangat berharga. Sekarang ia pun ketika mau mengambil pembiayaan tidak pakai nafsu. Tapi melihat kemampuan dan kondisi usaha.
“Sekarang kalau mau pinjam atau pembiayaan di lembaga keuangan kami tidak lagi pakai nafsu. Tapi melihat kondisi usaha. Banyak juga lembaga keuangan yang lain nawarin ke kami pinjaman modal. Tapi kami sudah sayang dengan BMI dan alhamdulillah bisa meningkatkan usaha” pungkasnya.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Bu Desti dan Pak Bambang ini. Salah satunya adalah tentang bagaimana kita harus bijak dalam mengelola keuangan. Allah SWT dalam firman-Nya juga menganjurkan untuk mengelola keuangan dengan baik. Allah berfirman di dalam Surat Al-A’raf ayat 31 yang berbunyi :
“Hai Anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Di akhir ayat, secara gamblang tertulis bahwa Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan alias boros. Perilaku boros juga umumnya akan menjadikan pengeluaran melebihi pendapatan. Hal ini selaras dengan peribahasa yang berbunyi besar pasak daripada tiang. Yang mempunyai arti besar pengeluaran daripada pendapatan.
Islam sebagai agama universal sangat menganjurkan setiap insan agar selalu memperhatikan keuangannya. Salah satunya dengan menghindari pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Menghindari biaya-biaya yang tidak bisa dijangkau oleh pendapatan.
Dalam kasus ini, kalaupun harus berhutang untuk menambah modal usaha, maka seyogyanya nominal hutang tersebut juga harus sesuai kemampuan mengembalikannya. Sehingga ada sisa tabungan untuk bersedekah, memenuhi kebutuhan keluarga dan tambahan modal untuk meningkatkan usahanya. Wallahu a’lam bish-showaab.
Penulis juga mengajak semua sobat Klikbmi untuk ikut serta mendukung berbagai program sosial Kopsyah BMI melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BSI eks BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela: 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI: 0000000888. (Togar Harahap/Klikbmi.com)