Tangerang, Klikbmi.com: Sharia Economic Talks yang dibawakan oleh M Gunawan Yasni pada stasiun televisi Metro TV episode 4, 4 Tahun silam mengundang 3 pakar dari Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Pada awal penayangan Gunawan menyatakan MUI dibentuk sebagai wujud aspirasi umat islam mengenai masalah perekonomian agar sesuai dengan tuntunan syariat. “DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dengan berpegang pada visi memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat, juga proaktif berperan dalam menanggapi perkembangan masyarakat indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan” Papar Gunawan.
3 para pakar pengawal ekonomi dan keuangan di tanah air hadir dalam acara tersebut yaitu Anwar Abbas Sekjend MUI, Nadratuzzaman Hosen Bendahara Umum MUI dan Siti Ma’rifah Bidang bisnis dan ekonomi keuangan syariah yang notabene bidang diluar perbankan, asuransi dan pasar modal. Diskusi dimulai dengan latar belakang dibentuknya divisi tersebut. Siti Ma’rifah menyebutkan inisiasi pembentukan divisi baru yang melayani non bank tersebut bagian dari pelayanan ummat seperti rumah sakit syariah, hotel syariah dan wisata halal. “DSN mendengar dan menerima usulan agar disediakan fatwa terhadap bisnis syariah tersebut, karena masyarakat Indonesia mayoritas muslim. Divisi ini akan memperkuat dan memperluas sinergitas dan literasi terhadap ekonomi syariah” Ungkap Siti.
Lebih lanjut, Gunawan menggali landasan ideologis terciptanya DSN MUI melalui Anwar Abbas. Anwar menyatakan hal tersebut karena adanya lebih dari 70 ormas islam yang jalan sendiri-sendiri di negeri ini hingga DSN MUI menjadi wadah bagi organisasi tersebut beserta ulama dan para cendekiawan muslim untuk bersinergitas agar ummat dapat berkiprah lebih baik. Sementara landasan praktis pembentukan MUI menurutnya untuk menjaga akidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Selain itu juga untuk menjaga negara. “MUI berfungsi untuk himayatul ummah dan lahimati daulah, posisinya sebagai soddiqun hukumah, mitra pemerintah agar negeri kita menjadi negara maju sesuai falsafah negara kita pancasila sila pertama, menjadi negara maju yang berketuhanan” Ungkap Anwar.
“Maju menghormati hak asasi manusia, maju yang memperkuat rasa persatuan dan kesatuan, maju yang mengedepankan musyawarah mufakat, maju yang seluruh rakyat merasakan keadilan dan kesejahteraan” Lanjutnya memaparkan falsafah pancasila. Esensinya agar menjalankan kehidupan tidak terlepas dari sila-sila yang ada dalam pancasila dan tidak lepas dari yang digariskan konstitusi.
Eksistensi MUI dimulai dari sosok Buya hamka sebagai Ketua Umum MUI pertama yang memiliki peran berarti dan signifikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kokoh dengan sikap, pendirian, akidah dan keyakinan tapi juga bertoleransi. “Toleransi itu tidak harus seragam. Toleransi itu baru berarti dan bermakna jika diletakkan dalam perbedaan” Tutup Anwar.
Pakar selanjutnya adalah Nadratuzzaman Hosen yang merupakan anak dari Ibrahim Hosen, salah satu pendiri MUI dan lebih dari 25 tahun mengabdi di MUI. Hubungan kelembagaan MUI ideal menurutnya adalah yang saling mendukung. Seperti terbentuknya LPPOM MUI dan Bank Syariah sebagai bentuk dukungan terhadap perusahaan halal dan bisnis halal. Lebih lanjut, Gunawan menanyakan kenapa ekonomi dan keuangan syariah belum dominan padahal tujuannya adalah rahmatan lil alamin yang datang bukan hanya untuk umat muslim tapi untuk seluruh alam dan seisinya. “Minset ummat islam harus dirubah, harus ada sosialisasi dan edukasi yang terus menerus. Lakukan treatment jemput bola sebagai pola pendekatan bisnis syariah” Jawab Nadratuz.
Sesi diskusi kembali kepada Siti Ma’rifah yang menyatakan tugas besar MUI yaitu sebagai Khodimul Ummah Pelayan ummat dan Sodiqul Hukumah mitra pemerintah. Selanjutnya, putri ma’ruf amin tersebut memaparkan bagaimana industri dalam bisnis dan ekonomi syariah banyak dipengaruhi oleh perempuan. Menurutnya, bisnis itu harus halal dan thoyyib agar memenuhi aspek gizi dan kesehatan. Dalam hal tersebut, perempuan mempunyai peran penting dan signifikan dalam menentukan halal baik dalam makanan, kosmetik maupun fashion agar tidak hanya menjadi konsumen halal.
“Industri makanan halal, kosmetik dan fashion lebih diperhatikan oleh perempuan karena perempuan itu memiliki peran madrasatul ula (sekolah pertama). Agar tidak hanya menjadi konsumen halal tetapi jadi produsen halal dengan melihat potensi yang ada” terangnya.
Selanjutnya, Siti memaparkan bagaimana perempuan mengupayakan agar apa yang dimakan dan digunakan halal atau sesuai syariah. “Perempuan di internal DSN MUI membantu mendorong regulasi terkait produk yang sesuai dengan kaidah syariah melalui literasi hingga menjadi satu kebersamaan untuk membangun indonesia yang saling memberikan support dan terintegrasi” terangnya.
“Intinya adalah halal dan thoyyib (baik) bukan hanya untuk muslim tapi juga non muslim ya?!” Timpal Gunawan.
Siti kembali menekankan produksi produk halal tidak dikhususkan untuk muslim, non muslim juga dapat mendaftarkan produknya agar dapat dikonsumsi atau dipakai oleh muslim. Selain itu, menurutnya kemitraan antara pemerintah dan DSN-MUI diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“Halal atau syariah dalam tataran muslim friendly dan non muslim friendly, lalu harus ada keterkaitan antara DSN MUI dengan pemerintah dengan harapan adanya kehalalan dan kesyariahan bersifat nasional, karena halal indonesia lebih diutamakan daripada halal MUI” Tutup Gunawan menyimpulkan pemaparan Siti Ma’rifah diakhir sesi. (Nur/Humas)
Episode 4 Sharia Economic Talks tersebut dapat ditonton pada link berikut: https://youtu.be/whYfRyeuW8Q