Pengusaha Kasur Karakter Asal Pasar Kemis : Rumah Saya, Mobil Saya Sampai Pendidikan Anak-anak Semua Ada Berkat Kopsyah BMI

BMI Corner

Tangerang, klikbmi.com – Setiap pebisnis pasti memiliki kisah pahit dalam merintis usahanya. Jika disorot dari sisi positif, maka tahap ini merupakan tangga menuju sukses. Seperti dialami Evi Ermiliana Susanti (42 tahun). Hampir 10 tahun melakoni bisnis kasur karakter, rupanya ada sekelumit cerita lara usaha Anggota Kopsyah BMI Cabang Pasar Kemis Tangerang ini.

Rumah Evi Ermiliana Susanti berada di Perumahan Puri Jaya, Pasar Kemis. Rumahnya berada di depan lapangan kompleks. Siang hari, Whatsapp di gawai Evi berdering. Dari pelanggan ternyata. Satu unit pesan berisi foto kasur modelnya membuatnya antusias. Sebab, kemungkinan akan ada tambahan daftar pesanan kasur karakter. Hawa segar omzet membumbung di benak Evi di tengah sepinya orderan kasur tersebut.

”Kalau puasa, kami sengaja libur pak. Pegawai saya (yang kebanyakan ibu rumah tangga-red) lebih milih ngurus anak-anak dan rumah. Stok juga sedang sepi, jadi hanya menerima pesanan satu-satu saja,” terang Evi saat dikunjungi Redaksi Klikbmi.com di rumahnya.

Meski sepi orderan, hati Evi tengah sumringah didatangi karyawan dari Kopsyah BMI. Tanpa ragu menunjukkan rumahnya, mobil Kijang Innova dan gudang produksinya. Bukan untuk pamer, melainkan ia bangga karena dengan menjadi anggota Kopsyah BMI hidupnya berubah total. Di lapangan depan rumahnya, ia memarkirkan mobilnya.

Aktivitas di gudang kasur karakter milik Evi di Puri Jaya Pasar Kemis Tangerang.

”Rumah saya, mobil saya, pendidikan anak-anak, murni saya berkat Kopsyah BMI pak. Bukan dari yang lain. Saya dapat modal dari BMI, saya putar di usaha ini dan alhamdulillah semua bisa terbeli,” terangnya.

Evi masih mengingat kejadian 11 tahun silam. Kejadian yang tak ingin ia ulangi lagi selama hidupnya. Pertengahan 2012, Evi baru saja melahirkan putranya ke empat dengan operasi caesar. Ia dan suaminya Gunawan dikecam rasa kebingungan. Duit dari mana? gumam mereka.

Untuk melunasi biaya rumah sakit, mereka butuh uang Rp15 juta. Seharga sepeda motor baru. Saat itu, asuransi Kesehatan seperti BPJS belum ada dan mengcover biaya kelahiran.

”Dengan sangat berat kami akhirnya menerima pertolongan dari mertua dan akhirnya biaya RS lunas,” terangnya.

Evi menunjukkan bahan kain bulu kasur karakter sebelum diisi bahan.

Berat memang, mertua Evi yang berada di Lampung Tengah harus menjual sebidang tanah agar cucunya bisa keluar dari RS. Namun kepahitan tak sampai di sana saja. Kali ini urusan dapur. Setelah melahirkan, Evi dalam posisi tak bekerja alias pengangguran. Pekerjaanya sebagai karyawan Pabrik Garmen ia tinggalkan demi menjaga sang buah hati. Ia dan empat anaknya mengandalkan gaji Gunawan sebagai karyawan pabrik spare part motor. Irit seirit-iritnya.

”Saya saat itu hanya bisa bengong pak, nggak bisa ngapa-ngapain. Saya berada di titik terendah sekali. Nggak ada pekerjaan, ngasuh anak empat dan masih banyak tanggungan yang lain. Pernah merasa depresi, tapi diingatkan suami saya bahwa kita sudah sampai jalan sejauh ini jangan berhenti,” terangnya,

Evi benar-benar berjuang. Ia juga yang berjuang membawa suaminya Agustinus Gunawan menjadi mualaf. Ia pun tak mau depresi dan jauh dari Allah SWT. Lama kelamaan, depresinya pun mereda. Wanita berdarah Palembang ini pun mulai bergaul dengan para tetangganya dan akhirnya mengenal Kopsyah BMI. ”Dari mengenal BMI, saya total berubah. Semangat hidup saya bangkit lagi,” paparnya.

Berpengalaman belasan tahun di pabrik garmen, membuat Evi menempuh bisnis jahit menjahit. Evi masih ingat, di kantong tas kecilnya menyimpan uang Rp3 juta pembiayaan dari Kopsyah BMI. Ia bawa ke pabrik. Di sana, ia membeli busa, dakron, kain dan segala macam bahan tekstil. ”Saat itu yang lagi hits membuat kasur bantal karakter, saya putuskan membangun usaha bantal karakter sampai sekarang,” terangnya.

Namun membangun bisnis ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Cibiran, makian, dan ocehan ia terima selama berusaha. Sampai urusan mistik pun kerap ia temukan di halaman depan rumahnya. ”Pernah saya disinggung, kalau modalnya dari koperasi bukan usaha sendiri. Eh yang nyinggung saya, sekarang masuk jadi anggota Kopsyah BMI,” kata Evi sambal tersenyum.

Evi mengaku, tidak serta merta bisa membuat bantal karakter itu. Ia harus belajar beberapa minggu agar benar-benar bisa mahir. Selama proses belajar itu pula, hasil karyanya tak sebagus sekarang. ”Nggak menceng-menceng, Cuma hasilnya nggak bagus saja,” terangnya.

Untuk membuat bantal karakter tersebut, ia harus menyiapkan terlebih dahulu bahan-bahannya. Selain kain nilek dan kain bulu, juga ada dakron yang digunakan untuk isi kasur. Kain bulu yang sudah terpola kemudian digunting dan dijahit.

Baru kemudian isi bantal berupa dakron dimasukkan. Setelah itu, dijahit agar silikonnya tidak keluar atau dengan memberinya resleting.  Awal proses merintis usaha bantal tersebut, ia dibantu suaminya. Produksinya kala itu memang masih kecil. Hanya puluhan bantal per minggunya.

”Awal-awal yang merintis dulu cuma saya dan suami. Saya dari pagi sampai malam, kemudian suami pulang kerja sore lanjut sampai subuh,” terangnya.

Namun seiring dengan perkembangan waktu, pesanan yang berdatangan semakin banyak. Mau tidak mau, ia pun membutuhkan tambahan tenaga untuk membantunya. Pembiayaannya kini mencapai Rp130 juta tanpa agunan. ”Sekarang bisa 13 sehari kasur saya buat, kalau omzet kalikan saja mas 13 x 650 ribu. Itu baru dari saya saja,” terangnya.

Seperti Jakarta, Tangerang, Lombok, dan berbagai daerah lainnya. Evi mengaku, kasur buatannya itu, dibandrol dengan harga sama yakni Rp650 ribu bersama bantal dan gulingnya. Meski tampak sukses, Evi sempat merasakan kendala. Korona benar-benar membuat semuanya goyah, termasuk usahanya. Kini, selain membuat kasur karakter ia juga membuat usaha cover kasur konvensional.

Contoh kasur karakter buatan Evi, anggota Kopsyah BMI Cabang Pasar Kemis Tangerang.

”Saya bersyukur bisa bertemu Kopsyah BMI. Hidup dan cinta saya di BMI. Pas Korona, saya sebagai ketua rembug pun ambil sendiri angsuran pembiayaan dari rumah ke rumah anggota pak ketika ada larangan berkumpul. Pas usaha sedang sepi, saya nggak kaget lagi. Saya pernah jatuh, dan BMI yang bawa saya bangkit sampai sekarang,” tandasnya.

Pasal 4 Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 jelas tertuang bahwa fungsi dan peran koperasi adalah membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

Presiden Direktur Koperasi BMI Grup Kamaruddin Batubara mengatakan, dengan Model BMI Syariah yang dipraktikan selama ini, alhamdulilah, Kopsyah BMI terus  berkontribusi dalam melakukan pemerataan ekonomi khususnya di wilayah kerja di Provinsi Banten dan Jawa Barat.

”Berkoperasi itu harus dijaga semangatnya, semangat mengembangkan koperasi ini harus dipelihara. Seperti semangat Ibu Evi yang militant. Yang menggantikan saya dan pengurus lainnya adalah anak-anak ibu anggota Koperasi BMI. Karena kita membangun sebuah perusahaan. Perusahaan bersama bernama koperasi yang dimana ibu-ibu sekalian adalah pemilik, pengguna dan pengendalinya,” terang Kambara.

Ia  mengatakan bahwa Koperasi BMI selalu beroreintasi untuk mensejahterakan anggotanya. “ Kita sangat fokus mengembangkan kesejahteraan pada lima pilar kesejahteraan. Anggota harus sejahtera dari sisi ekonomi, harus baik tingkat pendidikannya, harus selalu terjaga kesehatannya, harus mampu melakukan kegiatan sosial seperti memberikan infak dan wakaf dan harus lebih baik spiritualnya agar keberkahan hidup senantiasa dinikmati,” pungkasnya.

(Togar Harahap/Klikbmi.com)

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *