Klikbmi,com, Tangerang – Bung Hatta sejak awal menggagas berdirinya koperasi selalu menegaskan bahwa filosopi koperasi sama dengan semangat self-help. Saat itu Gerakan kebangsaan Boedi Oetomo bersepakat bahwa kapitalisme tidak cocok di negeri kita, bahkan mereka menyebutnya sebagai tanaman dari negeri asing. Koperasi menurut Bung Hatta, merangkum sistem sosial asli bangsa Indonesia yaitu kolektivisme, yakni semangat gotong royong serta tolong menolong.
Koperasi juga mendidik toleransi dan tangggung jawab bersama. Koperasi pada jaman pergerakan lebih kental dengan refleksi dari semangat self–help atau semangat percaya pada kekuatan diri sendiri yang sangat ampuh untuk melawan inferiority complex warisan Kolonial Belanda. Bung Hatta mendeskripsikan koperasi sebagai pola persekutuan yang lemah untuk mempertahankan hidupnya,
Menurut Bung Hatta koperasi harus berdiri di atas dua sandaran utama, yakni solidaritas dan individualitas. Individualitas yang dimaksud oleh Bung Hatta bukan individualisme, melainkan kesadaran akan harga diri, dimana setiap orang memperlihatkan budi pekerti yang baik dan keteguhan karakter, salah satu contohnya yaitu tentang kejujuran. Individualitas menuntut tanggung jawab dan kejujuran yang diletakkan dalam kerangka solidaritas untuk menemukan kepentingan bersama . itulah esensi berkoperasi yang sebenarnya.
Grameen Bank yang digagas oleh Prof. Muhammad Yunus dari Bangladesh bermula dari kepedulian dan keprihatinan Yunus terhadap 42 orang masyarakat miskin yang terjebak hutang oleh rentenir di suatu Desa di Bangladesh. Yunus melihat bahwa penyebab kemiskinan masyarakat saat itu karena jeratan hutang, maka Yunus berinisiatif merogoh kantongnya sendiri dan membayar lunas semua hutang warga miskin tersebut.
Sejak saat itu Yunus berfikir bagaimana caranya untuk mengangkat kaum miskin lepas dari jeratan kemiskinan. Kali ini yunus tidak begitu saja memberi lagi, namun ia berpikir sistemik. Dia berpikir untuk menyediakan kredit dan pinjaman modal untuk masyarakat miskin, Dia menyampaikan itu kepada koleganya di perbankan, dan seperti kebanyakan pada umumnya, tentu mereka menolak mentah mentah karena kaum miskin dianggap tidak creditworthy (tidak layak kredit).
Alhasil Yunus sendiri yang akhirnya mengambil kredit ke perbankan dengan jaminan gajinya sebagai professor di salah satu universitas ternama di Bangladesh. Kredit tersebut itu disalurkan untuk masyarakat miskin melalui proyek kredit untuk orang miskin ( Bank for the poor). Ternyata dugaan Yunus tepat. Masyarakat miskin memiliki modal sosial yang kuat yakni solidaritas, yang dijadikan oleh Yunus sebagai jaminan dalam metode penyaluran kredit mikronya.
Yunus menerapkan model pembiayaan kredit mikronya dalam kelompok kecil masyarakat. Setiap anggota kelompok tidak bisa meminjam secara bersamaan, tapi harus bergiliran, anggota yang lain harus terlebih dahulu membuktikan kedisiplinan dan ketepatan waktu dalam membayar cicilan. Setiap pinjaman pertama hanya boleh digunakan untuk sesuatu yang sifatnya produktif . Yunus juga memberikan perhatian lebih kepada kaum perempuan. Saat itu di Bangladesh terjadi ketimpangan gender, dan melalui percobaan terhadap 500 orang perempuan yang diberikan kredit, terjadi tingkat pengembalian mencapai 99 % , lebih tinggi dari perbankan komersial di sana.
Pada tahun 1983, Pemerintah Bangladesh memberikan aspek legalitas pendirian Grameen bank, bank yang dalam prakteknya lebih memprioritaskan warga miskin untuk mendapatkan kredit tanpa jaminan. Semakin miskin warga, semakin ditolong oleh Grameen Bank. Dan Grameen bank memfokuskan diri untuk menyasar kaum perempuan di pedesaan. Suatu hal yang berbeda dengan bank konvensional lainnya.Yunus meyakini melalui pola keuangan mikro yang dia perjuangkan, kemiskinan absolut dapat dijadikan sejarah belaka.
Model BMI Syariah
Terdapat persamaan mendasar antara koperasi dan Grameen Bank. Keduanya bercirikan nilai solidaritas diantara kaum lemah dan warga miskin. Keduanya juga memiliki nilai dasar yakni semangat untuk tolong menolong antara sesama. Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi BMI di Gading Serpong Tangerang, berhasil memadukan antara konsep koperasi dengan pola Grameen bank. Konsep milenial yang lebih relevan dengan karakteristik bangsa Indonesia ini, dinamakan Model BMI Syariah. Sejak tahun 2003, yang waktu itu masih bernama LPP UMKM, lalu pada Maret 2013 berubah menjadi KPP UMKM Syariah hingga November 2015 resmi ber Badan Hukum Koperasi SImpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Benteng Mikro Indonesia ( Kopsyah BMI), secara terus menerus dan konsisten menyalurkan pembiayaan mikro dengan mereplikasi pola Grameen Bank, yang diperkenalkan pertama kali ke Indonesia, oleh Dr. Ir. H.Mat Syukur pada tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Dr. Mat Syukur pula yang membawa pola Grameen Bank ke Pemda Kabupaten Tangerang, yang menjadi cikal bakal lahirnya KPP UMKM.
Model BMI Syariah memadukan konsep koperasi yang lekat dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan, dengan pola Grameen Bank yang mengangkat kaum marginal di pedesaan untuk memperoleh kesempatan mendapatkan pembiayaan yang mudah untuk membantu meningkatkan usahanya dalam rangka membantu kesejahteraan keluarganya. Dalam teknis pengelolaannya, hampir tidak ada yang asing, karena merupakan replikasi dari pola Grameen bank, yakni berawal dari kelompok kecil terdiri dari 5 orang dan maksimal 8 kelompok yang disebut rembug pusat. Jumlah anggota rembug pusat maksimal adalah 40 orang.
Dalam membentuk rembug pusat terdapat tahapan prosedur operasional yang harus dilalui. Terdapat 7 tahapan dalam membentuk rembug pusat yaitu : (i) Pertemuan Umum; (ii) Pendidikan Perkoperasian; (iii) Latihan Wajib Kumpulan (LWK); (iv) Uji Kelayakan (UK); (v) Ujian Pengesahan Kumpulan (UPK); (vi) Rembug Pusat (RP); (vii) Pengelolaan. Disinilah solidaritas dan rasa memiliki sebagai anggota koperasi dibangun, ditekankan dan dilatih terus menerus dalam setiap pertemuan rembug pusat. Dalam rembug pusat juga dilakukan berbagai teknis seperti penyaluran pembiayaan, pembayaran cicilan, menabung dan lain sebagainya. Mereka saling mengingatkan, saling mengawasi dan saling bergiliran untuk mendapatkan kesempatan yang sama setelah anggota yang lain menunjukkan kedisiplinan dan ketepatan waktu dalam melaksanakan kewajibannya.
Kamaruddin Batubara jeli melihat kondisi sosio kultur bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Di samping muslim yang taat, Kamaruddin juga konsisten, bahwa hanya dengan sistem ekonomi syariah maka keadilan melalui pemerataan ekonomi yang mensejahterakan akan dapat diwujudkan. Untuk itu dalam pengelolaan nya Kamaruddiin memadukan unsur syariah ke dalam koperasi yang dimodifikasi dari pola Grameen Bank tersebut, hasilnya nyata. Ada yang khas dan spesifik dalam Model BMI Syariah ini. Jika konsep koperasi memiliki dua sandaran utama, yakni solidaritas dan individualitas tadi, dan Grameen Bank punya solidaritas dan pola bank untuk rakyat miskin, maka Model BMI Syariah memiliki lima instrument pemberdayaan, melalui sedekah, pinjaman, pembiayaan, simpanan dan investasi, yang direalisasikan melalui semangat untuk menabung, dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah dan wakaf (ZISWAF) sesuai syariah Islam, untuk mencapai tujuan dalam lima pilar pemberdayaan, yaitu meningkatkan taraf kesejahteraan ekonomi anggota, meningkatkan taraf pendidikan anggota dan keluarganya, menjaga kualitas kesehatan anggota dan keluarganya, menumbuhkan kepedulian dan jiwa sosial anggotanya dan meningkatkan praktek spiritual anggotanya.
Dalam prakteknya, Kamaruddin Batubara berhasil memadukan konsep simpan pinjam dan pembiayaan syariah dengan pola pemberdayaan. Lima instrument tadi direalisasikan melalui gerakan menabung dan ber ZISWAF . Koperasi BMI di bawah kendali Kamaruddin melejit menjadi koperasi yang tumbuh dengan militansi anggota yang begitu kuat, karena kemanfaatan yang diterima oleh anggota dan non anggota begitu kental dirasakan selama ini. Hibah Rumah Siap Huni (HRSH) yang kini telah mencapai 250 unit, Gerakan Seribu Sajadah dan Al Quran ( Geser Dahan), Rumah Tanpa DP, Sanitasi Dhuafa, Sanitasi Mesjid Musholla dan Pesantren (SANIMESRA), Santunan Pendidikan, Santunan Yatim dan Dhuafa, Pengadaan ambulance dan operasionalnya, merupakan program program sosial yang selama ini terus digalakkan oleh Kopsyah BMI. Pemberdayaan anggota melalui konsep musyarakah (bagi hasil) di bidang pertanian, dan peternakan pun terus dikembangkan. Dan kini sudah mulai menuai hasilnya.
Konsep ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sebagaimana dicita citakan oleh nilai luhur koperasi, menurut Kamaruddin Batubara hanya bisa diwujudkan melalui sistem ekonomi syariah, yang bercirikan pemerataan ekonomi yang mensejahterakan. Kamaruddin Batubara mengatakan bahwa sudah saatnya era kapitalis berganti dengan sistem ekonomi syariah. Bahkan Kamaruddin dengan Model BMI Syariahnya meyakini, bahwa kemandirian koperasi dalam permodalan, yang berkarakter dalam pemberdayaan dan bermartabat dalam pelayanan, akan mampu menggeser era kapitalis. Dengan wakaf melalui uang yang terus digelorakan oleh Kamaruddin dan pasukannya, Koperasi BMI bertekad akan membeli kembali aset aset produktif dan lahan potensial yang terlanjur dikuasai oleh kaum kapitalis untuk dikembalikan pengelolaannya kepada rakyat untuk dipergunakan sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat. ( AH/klikbmi)
Gotong royong, tolong menolong dan berkelompok(berjamaah) self-help dan memperkuat ekonomi dari akarnya, luar biasa Model Bmi Syariah,,, josss