Klikbmi.com, Tangerang – Berangkat dari pernyataan Staf Khusus Menteri Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Agus Santoso, terkait adanya praktek shadow Banking oleh koperasi, menimbulkan perbedaan wacana dan membuat para pelaku koperasi risau. Ujung dari pernyataan ini ternyata justru menggiring masyarakat berpersepsi bahwa banyak koperasi melakukan hal ini.
Dalam pernyataannya, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Prof. Rully Indrawan, menegaskan bahwa pernyataan yang awalnya merupakan bentuk kekhawatiran dan kepedulian terhadap keberlangsungan koperasi di tengah krisis saat ini, justru mendapat tanggapan yang berbeda oleh media. Media justru seolah mengatakan bahwa praktek shadow banking memang betul terjadi.
“Sebenarnya pernyataan itu bukan menuduh bahwa koperasi telah melakukan praktek shadow banking. Tetapi, lebih bersifat mengingatkan jangan sampai koperasi melakukan praktek itu”, ungkap Prof Rully Indrawan dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (9/6). Lebih lanjut Prof Rully Indrawan, menegaskan bahwa sebetulnya hal ini merupakan peringatan itu ditujukan khusus kepada para pelaku koperasi yang baru, ataupun yang kurang memiliki pemahaman yang utuh terhadap nilai-nilai koperasi.
Sebagai mantan Rektor Ikopin, Prof Rully Indrawan paham betul bahwa kekhawatiran ini memang ada. “Pengalaman saya sebagai mantan Rektor Ikopin, dan peneliti dan penggiat koperasi, menemukan saat ini semakin banyak pelaku koperasi karena melihat koperasi sebagai bisnis dan gerakan yang bagus maka mereka ikut terpanggil terlibat”, ucap Prof Rully Indrawan.
Dalam keterangan persnya, Prof Rully Indrawan menegaskan, praktek Shadow banking menggambarkan aktivitas layaknya seperti penghimpunan dana, investasi dan juga pinjaman, namun tidak terawasi, dan terhindari dari regulasi dan pengawasan otoritas sektor perbankan. “Jelas itu merupakan pelanggaran hukum. Dan pihak kementerian mengajak pelaku koperasi untuk tidak melakukannya. Jujur, untuk pembuktian ada atau tidaknya praktek itu membutuhkan telaahan dan kajian yang mendalam sesuai dengan kelaziman dalam prosuder hukum”, paparnya.
Prof Rully Indrawan mengakui, bahwa praktek seperti ini di masa lalu pernah dilakukan siapapun, koperasi, ataupun bukan koperasi, dan itu sudah mendapat ganjaran yang setimpal. Diharapkan di masa depan tidak lagi terjadi peristiwa seperti itu”, tegasnya lagi . Maka, sejak pertengahan April lalu, sebelum Ramadhan, dalam pertemuan virtual dirinya mengajak agar KSP, yang memiliki nasabah dan cabang yang cukup banyak, untuk tidak melakukan hal-hal yang membuat masyarakat resah, dan rugi secara material dan immaterial. “Pada kesempatan itu hadir para pengurus 45 KSP yang tersebar di seluruh Indonesia, pertemuan itu dilakukan sebagai bentuk antisipasi terhadap fenomena Ramadhan dan hari raya yang cenderung anggota mengambil simpanannya, juga sekaligus mengantisipasi dampak dari Covid-19 terhadap usaha koperasi, khususnya simpan pinjam”, papar Prof Rully Indrawan.
Prof Rully menilai wajar jika ada kehawatiran yang disampaikan Stafsus. Situasi krisis seperti ini, sering dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mencatut nama koperasi, sebagaimana yang ditemukan oleh OJK, melalui tim waspada investasi, yang hampir seluruh yang terindikasi menyimpang adalah bukan koperasi, tetapi mereka menggunakan nama koperasi. “Jelas dalam hal ini koperasi dirugikan, maka suatu keharusan bagi seluruh komponen pelaku, peminat, pemerhati perkoperasian, untuk saling bahu membahu untuk menjaga marwah perkoperasian”, pungkas Prof Rully Indrawan.
Dihubungi terpisah, Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi BMI menyatakan BMI patuh pada ketentuan Permenkop No.11/per/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan usaha simpan pinjam syariah. “Kami patuh pada Permenkop No.11/per/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi. Untuk simpanan berjangka kita mendasarkan pada Permenkop No 11/per/M.KUKM/XII/2017, Bab I pasal 1 ayat 21 tentang simpanan berjangka. Koperasi baik KSP/KSPPS diperbolehkan memiliki produk simpanan berjangka” ujar Kamaruddin Batubara.
Dalam pernyataan singkatnya Kamaruddin Batubara menyampaikan membandingkan koperasi dengan bank sangat tidak tepat. Koperasi didirikan dan dimiliki oleh anggota sehingga jika koperasi memberikan margin atau bagi hasil lebih besar pada penyimpan (anggota) itu merupakan bentuk dari upaya memberikan kesejahteraan pada anggota. Keputusan memberikan margin atau bagi hasil yang lebih tinggi dari bank merupakan keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai forum tertinggi koperasi. Tujuannya selain untuk memberikan kesejahteraan juga agar anggota berlomba-lomba memberikan partisipasi simpanan untuk memajukan koperasi. Sehingga koperasi yang memberikan margin atau bagi hasil lebih tinggi dari bank jangan selalu diidentikkan dengan pengelolaan yang buruk. Stigma ini sungguh sangat keliru.
Kamaruddin Batubara berharap elemen koperasi memberikan pernyataan yang menyejukkan sehingga masyarakat tidak salah persepsi. “Saya ajak semua unsur gerakan koperasi untuk membuat pernyataan yang tidak menimbulkan salah tafsir di tengah masyarakat” pungkas Kamaruddin Batubara. (Klikbmi/LA)