Nasehat Dhuha Senin, 10 Mei 2021 | Hari Ke – 28 Ramadhan 1442 H| Oleh : Sularto
Klikbmi, Tangerang – BMI Klikeryang dirahmati Allah SWT, ramadhan tahun ini akan segera berakhir dan kita kaum muslimin berharap agar Allah SWT mempertemukan kembali dengan Ramadhan berikutnya. Ramadhan sebagai kawah candradimukanya spiritual telah mengajari kita kaum muslimin banyak hal. Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lain yang kita kaum muslimin laksanakan selama Ramadhan ini, telah mengecilkan pengaruh hawa nafsu dan menghidupkan kebesaran Allah dalam hati kita kaum muslimin. Ketika kita kaum muslimin membaca Alquran kita kaum muslimin mengecilkan seluruh pembicaraan manusia dan hanya membesarkan kalamullah. Ketika kita kaum muslimin melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan, maka kita kaum muslimin kecilkan seluruh urusan dunia ini dan hanya membesarkan perintah Allah. Seluruh ibadah kita kaum muslimin adalah takbir, dimaksudkan untuk mengecilkan apa pun selain Allah yang Mahatinggi.
Dalam rangkaian ayat-ayat puasa, pada salah satu ayatnya, Allah mengakhiri dengan perintah: “Hendaklah kamu sempurnakan bilangan (puasamu) dan besarkanlah Allah atas petunjukNya padamu, agar kalian bersyukur.” (QS 2: 185). Dengan ayat ini Allah mengajarkan kepada kita kaum muslimin bahwa setelah selesai menjalankan ibadah puasa, kita kaum muslimin harus membesarkan Allah dan bersyukur kepadaNya. Ayat ini juga menegaskan bahwa perjalanan kehidupan muslim selalu dimulai dari takbir ke tasyakur. Setelah menyelesaikan seluruh ibadah ini, Allah masih juga memerintahkan kita kaum muslimin untuk takbir. Bukankah dalam puasa, kita kaum muslimin sudah membesarkan Allah? Bukankah dalam tarawih dan tadarus kita kaum muslimin sudah membesarkan Allah? Bukankah pada malam Ied kita kaum muslimin juga bertakbir? Mengapa kita kaum muslimin masih harus bertakbir lagi, dan mengapa kita kaum muslimin masih harus membesarkan Allah lagi?
Setelah perintah takbir kita kaum muslimin disuruh untuk tasyakur. Takbir harus disusul dengan tasyakur. Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa tasyakur terdiri dari tiga komponen: ilmu, hal dan amal. Komponen tasyakur pertama adalah ilmu, menunjukan kesadaran kita kaum muslimin akan nikmat-nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita kaum muslimin. Kita kaum muslimin tahu bahwa rahman Allah jugalah yang menyebabkan kita kaum muslimin masih hidup sampai hari ini. Kita kaum muslimin tahu bahwa rahim Allah jugalah yang menyebabkan kita kaum muslimin masih sanggup berpuasa, beribadah, bertakbir dan menyampaikan syukur kita kaum muslimin kepadaNya. Komponen tasyakur kedua adalah hal, menggambarkan sikap kita kaum muslimin akan nikmat Allah. Kita kaum muslimin bahagia karena diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah puasa. Kita kaum muslimin senang karena Allah senantiasa menolong kita kaum muslimin pada saat-saat yang diperlukan. Hati kita kaum muslimin penuh dengan rasa terima kasih kepadaNya, karena Dia telah membawa kita kaum muslimin pada keadaan seperti sekarang ini. Rasullullah saw bersabda: “Hendaklah kamu berbahagia bila mempunyai hati yang bersyukur, lidah yang berzikir dan istri yang mukmin yang membantunya dalam urusan akhirat.” (HR. Ahmad, Tirmizi dan Ibnu Majah).
Komponen tasyakur ketiga adalah amal. Amal diwujudkan dalam seluruh anggota badan kita kaum muslimin. Bersyukur kata Imam al-Ghazali ialah menggunakan nikmat-nikamt Allah untuk mentaatinya serta menjaga agar tidak menggunakan nikamt-nikmatNya itu untuk maksiat kepadaNya (Ihya ulum al-din, 4:72). Dengan demikian tasyakur yang benar ialah bila kita kaum muslimin masukkan takbir dalam menggunakan nikmat-nikmat Allah. Kita kaum muslimin gunakan nikmat hidup kita kaum muslimin untuk membesarkan asmaNya, menjunjung tinggi syariatNya, menghidupkan agamaNya dan menyayangi hamba-hambaNya. Kita kaum muslimin gunakan nikmat kekuasaan, kekayaan dan pengetahuan untuk sebesar-besarnya mewujudkan kehendak Allah di bumi. Allah mengajarkan cara tasyakur amal ini dalam firmanNya: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha: 11).
Menyebut-nyebut atau mengabarkan nikmat artinya menyebarkan nikmat yang kita kaum muslimin peroleh pada orang lain. Kita kaum muslimin bagikan kebahagiaan kita kaum muslimin pada orang lain. Makin banyak yang ikut merasakan nikmat yang kita kaum muslimin peroleh, makin bersyukurlah kita kaum muslimin. Kita menjadi orang kaya yang paling bersyukur, bila kekayaan kita bisa dinikmati oleh orang banyak. Kelebihan rezeki yang kita peroleh tidak kita gunakan untuk barang-barang konsumtif yang hanya berfungsi untuk meningkatkan harga diri. Kita tidak menikmatinya sendiri. Kita telah menyebarkan nikmat kepada orang lain. Ini tasyakur dalam amal.
Jika kita orang yang berilmu, kita ber-tasyakur jika kita sebarkan ilmu kita sehingga orang memperoleh manfaat dari pengetahuan yang kita miliki. Kita gunakan ilmu kita untuk memberi petunjuk kepada yang bingung, hiburan kepada orang yang menderita, pengetahuan kepada orang yang bodoh. Kita telah menyebarkan nikmat, kita telah melakukan tasyakur. Rasullullah saw bersabda: “Manusia yang paling dicintai Allah ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. Amal yang paling utama ialah memasukan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, mengenyangkan yang lapar, melepaskan kesulitan atau membayarkan hutang.” (HR. Ibnu Hajar Al-asqalani).
Alquran dimulai dengan nama Allah (Bismillah) dan diakhiri dengan nama manusia (An-Nas). Shalat dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, penghormatan kepada manusia. Puasa dimulai dengan menahan makan dan diakhiri dengan memberi makan kepada orang lain (zakat fitrah). Bukankah itu semua menunjukkan bahwa Ramadhan dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan tasyakur; dimulai dengan membesarkan Allah dan diakhiri dengan mendatangkan manfaat kepada sesama manusia.
Dan Jangan lupa bersedekah setiap hari sebagai bentuk bersyukur. Mari salurkan sedekah melalui rekening Kopsyah BMI : BNI Syariah : 7 2003 2017 1 a/n Benteng Mikro Indonesia. Simpanan Sukarela : 000020112016. DO IT BMI : 0000000888 dengan memilih paket takjil ataupun paket wakaf mushaf Al-Qur’an dan ataupun dua-duanya. (Sularto/Klikbmi)