Ust. Hendri Tanjung, Phd (foto : Istimewa)

Wakaf Uang dan Lima Alasannya

Edu Syariah

Oleh : Ustadz Hendri Tanjung, Phd

Klikbmi.com,Tangerang – Salah satu instrument bentuk wakaf yang populer saat ini adalah wakaf melalui uang. Wakaf uang belum dikenal di zaman Rasulullah SAW.  Wakaf uang ini baru ada pada awal abad ke-2 Hijriah.  Imam Az-Zuhri yang wafat tahun 124 H adalah salah satu ulama terkemuka yang paling awal memfatwakan wakaf uang.  Imam Az-zuhri menganjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan ummat. Sejak itu, wakaf uang mulai populer di kalangan muslim saat itu.

Di Eropa, praktik wakaf uang ini telah menjadi budaya di kalangan masyarakat Turki pada awal abad ke 15 Hijriah.  Pihak yang berwenang di Ottoman telah menyetujui waqaf uang pada abad ke 15, dan menjadi sangat populer pada abad ke 16 di seluruh Anatolia dan daratan Eropa dari kerajaan Ottoman, Turki.  Pada zaman ottoman Empire, waqaf uang ini dipraktekkan hampir 300 tahun, dimulai dari tahun 1555-1823 M.  Lebih dari 20 persen waqaf uang di Kota Bursa, selatan Istambul, telah bertahan lebih dari seratus tahun.  Dalam pengelolaannya, hanya 19 persen waqaf uang yang tidak bertambah, sementara 81 persen mengalami pertambahan (akumulasi) modal.  Dalam penelitiannya, Pofessor Murat Cikazca (1998) menyimpulkan bahwa Waqaf uang berhasil mengorganisasikan dan membiayai biaya pendidikan, kesehatan, dan kegiatan lainnya, yang hari ini ditanggung oleh negara atau pemerintah daerah setempat.  Sehingga waqaf uang memainkan peranan yang vital pada era ottoman empire tanpa biaya dari negara.

Ada lima alasan wakaf uang diperbolehkan.  Pertama, pendapat Imam al-Zuhri yang wafat pada tahun 124 H bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf ‘alaih (Abu Su’ud Muhammad. Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-21).  Pendapat pertama ini, dikenal sekarang sebagai wakaf produktif. 

Kedua, mutaqaddimin dari ulama mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-‘Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas’ud r.a: “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk”.  Menurut pendapat kedua ini, wakaf uang dinar dan dirham, dilakukan atas dasar kemaslahatan ummat.  Praktik ini dilakukan di beberapa negara diantaranya di Timur

Ketiga, pendapat sebagian ulama mazhab Syafi’i: “Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al-Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)”. (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).  Keempat, keputusan Lembaga Fikih OKI Nomor 140 dan Standar Syariah Internasional AAOIFI di Bahrain tentang wakaf.  Kelima, undang-undang wakaf yang memperbolehkan wakaf uang, yakni wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang (UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 28).

Dua tahun tepat sebelum Undang Undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf ditetapkan, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa wakaf uang ini dengan fatwa nomor 11/5/2002.  Dalam fatwa tersebut dinyatakan beberapa hal tentang wakaf uang, yaitu: (1) Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wagf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, (2) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.  (3) Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).  (4) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.  (5) Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan. 

Dalam Undang Undang yang berlaku di Indonesia, wakaf uang adalah Wakaf berupa harta benda bergerak uang (UU No. 41/2004 tentang wakaf pasal 16 ayat 3) dengan mata uang rupiah (PP no 42/2006 tetang wakaf pasal 22 ayat 1)  melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk pemerintah (UU Wakaf pasal 28) yang mengeluarkan sertifikat Wakaf Uang (UU Wakaf pasal 29).   

Selanjutnya ditegaskan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta wakaf uang hanya dapat melalui investasi pada produk-produk LKS dan atau instrumen keuangan syariah (PP Wakaf Pasal 8 ayat 2) yang mendapat jaminan keutuhan nya oleh lembaga Penjamin Simpanan (PP Wakaf pasal 8 ayat 4) atau Lembaga Asuransi Syariah (PP Wakaf pasal 8 ayat 5).

Investasi wakaf uang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.  Pada umumnya, investasi tersebut dapat dilakukan pada tiga hal.  Pertama, investasi pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS).  Akad yang digunakan untuk investasi ini adalah akad wadiah.  Agar nilainya tidak berkurang (sesuai dengan fatwa MUI no 11/5/2002), maka simpanan wadiah ini harus dijamin melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Kedua, investasi pada instrumen keuangan syariah, seperti: Obligasi syariah, Saham mudārabah, Saham mushārakah, Reksa dana Syariah, Koperasi syariah, dan Asuransi syariah. Resiko kerugian yang terjadi dalam investasi ini, ditanggung oleh Nazir.

Ketiga, investasi di sektor riil berupa pembiayaan usaha mikro dengan akad musharakah dan mudharabah.  Untuk menjamin investasi sector riil ini, dapat menggunakan asuransi syariah untuk memitigasi resiko yang muncul.

Selanjutnya hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf digunakan sebagian besar untuk mauquf alaih, dan sisanya untuk reinvestasi aset wakaf dan imbalan nazhir (10%). Reinvestasi aset wakaf akan memunculkan aset baru, dimana sebagian sudah diwakafkan melalui akta ikrar wakaf dan sebagian belum diwakafkan. Seluruh aset baru tersebut diakui sebagai aset wakaf (PSAK 112). (AH/Klikbmi.com)

Sumber : Majalah Peluang

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *