Nasehat Dhuha Selasa, 28 Desember 2021| 23 Jumadil Awal 1443 H | Oleh : Ustadz Sarwo Edy, ME
Klikbmi, Tangerang – Kalau sudah tiada baru terasa. Bahwa kehadirannya sungguh berharga. Sungguh berat aku rasa kehilangan dia. Sungguh berat aku rasa hidup tanpa dia. Begitulah kira-kira lirik awal dari lagu KEHILANGAN yang dinyanyikan oleh Rhoma Irama.
Dalam lagu tersebut berisi tentang rasa penyesalan seseorang yang begitu mendalam setelah kehilangan seseorang yang dia cintai. Ditambah lagi, kesadaran akan bernilainya kehadirannya itu muncul setelah seseorang tersebut sudah tiada atau hilang darinya. Begitu pula dengan nikmat yang selama ini terus Allah SWT berikan kepada kita. Mari kita telaah nasehat dari Ibnu Atha’illah Al-Iskandari di dalam Al-Hikam :
“Orang yang tidak mengetahui nilai nikmat saat memperolehnya, ia akan mengetahui ketika sudah lepas darinya (hilang).
Nikmat secara etimologis berasal dari bahasa arab yang artinya segala kebaikan, keenakan dan semua rasa kebahagiaan. Dan sesuatu yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Nikmat adalah wujud dari rahmat Allah kepada ciptaan-Nya. Kenikmatan adalah anugerah Allah. Karena sumbernya dari Allah, maka semua kenikmatan yang Allah berikan kepada kita bisa Allah ambil secara tiba-tiba.
Setidaknya ada tiga kategori kenikmatan yang menjadi tingkatan yang ingin diraih oleh manusia dan kadang sudah kita miliki akan tetapi jarang untuk disyukuri:
Kenikmatan Fisik.
Kenikmatan fisik bersifat individu. Kategori ini paling rendah dan menjadi kebutuhan dasar manusia ( basic needs). Kenikmatan fisik (material) berhubungan dengan jasmaniah, yakni makan dan minum, harta, rumah, tidur, melihat, mendengar, berucap, bernapas, merasakan dan lain-lainnya.
Kenikmatan Sosial
Kenikmatan duniawi yang sifatnya sosial atau yang berhubungan dengan orang lain. Di antaranya mempunyai istri/suami, orang tua, anak, anggota keluarga, sahabat, dan tetangga yang baik.
Kenikmatan Spiritual
Kenikmatan spiritual bersifat ruhaniah (ilahiyah) yang didapat ketika seseorang berhasil membersihkan hati, pikiran, dan perbuatannya dari segala macam keburukan (QS [91]: 9-10). Sehingga cahaya ilahi merasuk ke dalam Qalbu, pikiran, dan perbuatan.
Sungguh nikmat Allah SWT begitu banyak tak terhingga. Sekiranya kita menghitung, tidak sanggup menghitungnya. Karena itulah, Allah SWT tidak menyuruh kita untuk menghitungnya, tapi mensyukurinya. (QS [2]: 152,172, [31]: 12). Kenyataannya, sedikit sekali manusia yang bersyukur. (QS [7]: 10, [14]: 34, [23]: 78, [67]: 23). “Lalu nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan?” Sebanyak 31 kali diulang dalam Surat Ar-Rahman.
Apabila seorang hamba mengetahui sebuah nikmat, maka dia akan mengetahui yang memberi nikmat. Ketika seseorang mengetahui yang memberi nikmat, tentu dia akan mencintai-Nya dan terdorong untuk bersungguh-sungguh mensyukuri nikmat-Nya. (Madarijus Salikin, 2/247) .
Akan tetapi, kebanyakan manusia lebih banyak lalainya dibandingkan dengan ingatnya. Kebanyakan manusia akan ingat betapa nikmatnya memiliki panca indera yang normal, pekerjaan yang lapang, waktu yang cukup, keluarga, saudara, teman dan orang-orang di sekitar yang baik, harta yang dimiliki, keimanan serta kenikmatan-kenikmatan yang lainnya yang Allah berikan kepadanya secara gratis jika kenikmatan-kenikmatan itu sudah hilang dari dirinya.
Bayangkan jika kenikmatan yang kita dapatkan dan miliki saat ini telah hilang dari diri kita! Maka syukurilah apa yang ada. Wallahu a’lam bish-showaab.
Mari terus ber-ZISWAF (Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf) melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BSI eks BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela : 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI : 0000000888. (Sularto/Klikbmi)