Klikbmi.com, Tangerang – Menurut data BPS 2018 jumlah generasi milenial berusia 20-35 tahun mencapai 24 persen, setara dengan 63,4 juta dari 179,1 juta jiwa yang merupakan usia produktif (14-64 tahun). Pekerjaan rumah bagi pelaku koperasi untuk mereka yang berusia milenial, mereka tidak begitu mengenal koperasi sebagai lembaga bisnis modern. Kaum milenial menganggap koperasi itu kuno dan perlu dimusiumkan, bagi mereka koperasi hanya tempat meminjam uang, koperasi itu tempat orang-orang tua. Persepsi inilah yang muncul bagi banyak anak muda milenial.
Bagi mereka produk koperasi saat ini tidak kekinian untuk anak muda, karena mereka hanya tahu jika koperasi bergerak di simpan pinjam, mereka merasa tidak cocok dengan kebutuhan mereka. Jika kita lihat koperasi simpan pinjam, produk yang ada di koperasi simpan pinjam belum sesuai dengan kebutuhan anak muda saat ini yang suka travelling, membeli alat elektronik seperti laptop, handphone dan masih banyak lagi serta juga kebutuhan untuk menikah. Peluang tersebut justru diambil oleh perusahaan StartUp Fintech yang menawarkan pinjaman online dengan yang bahkan penagihannya tidak manusiawi.
Koperasi mau tidak mau segera melakukan perubahan konsep pendekatan untuk dapat memiliki daya tarik di mata milenial, koperasi harus kekinian dan harus bisa menyesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Pelaku koperasi harus memberikan pemahaman bahwa koperasi memiliki tujuan untuk mensejahterakan anggota, jika koperasi ingin memiliki daya tarik bagi muda milenial pelaku koperasi harus segera membuat gerakan dan produk yang mampu menjangkau kesejahteraan anak muda. Selama produk koperasi tidak relevan terhadap anak muda maka tidak akan tercapai kesejahteraan dan hasilnya tidak ada anak muda yang akan mau bergabung dengan koperasi.
Dimintai keterangan atas fenomena ini, Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI), mengatakan pertama yang harus dilakukan adalah koperasi harus kembali ke jati dirinya, secara jujur Kamaruddin Batubara melihat koperasi masih sibuk dengan internalnya, masih sibuk dengan masalah-masalah SDM dan tata kelola. Masalah inilah yang harus pertama dibenahi, lalu kemudian langkah progresif baru bisa dilakuka. Pengurus, pengawas dan manajemen harus kembali pada nilai dan prinsip koperasi yang berasal dari hati, nilai-nilai kekeluargaan dan saling bantu dalam mencapai tujuan bersama.
Kamaruddin Batubara lebih lanjut menjelaskan berangkat dari pemikiran ini, jika koperasi ingin memiliki daya tarik bagi anak muda maka koperasi harus memiliki solusi untuk menciptakan kesejahteraan bagi muda milenial. Jika anak muda sudah merasa sejahtera di koperasi dan mengerti nilai-nilai di dalamnya maka mereka akan dengan senang hati bergabung dengan koperasi. Cara-cara baru harus dikembangkan agar koperasi diterima kehadirannya oleh berbagai kalangan.
“Di BMI kita sedang mengembangkan mekanisasi offline to online. Ini kita lakukan baik pada Kopsyah BMI yang bergerak di sektor keuangan berupa pinjaman dan pembiayaan syariah maupun pada Kopmen BMI yang bergerak disektor riil. Kita saat ini mengembangkan BMI Mobile sebagai sarana bertransaksi keuangan yang nyaman antar anggota koperasi dan anggota dengan koperasi, jika kita merasa perlu kita akan mudah untuk switching ke sektor keuangan lain termasuk ke perbankan. Dengan penggunaan teknologi kita berharap semua kebutuhan masa kini terlayani, karena itulah salah satu kunci untuk masuk pada era di mana teknologi tak terelakkan” papar Kamaruddin Batubara.
“Kita juga mengembangkan alat pembayaran digital menuju e-money pada Kopmen BMI, kemudahan bertransaksi cashless menjadi tujuan kita. Mau tidak mau ini harus kita masuki. BMI yakin akan terjadi akselerasi dengan mengajak kaum muda bergabung pada koperasi. Bagi anak muda kreatif, BMI juga menyediakan tempat jualan baik offline maupun online. Penjualan offline produk kreatif anak muda milenial bisa kita tampung di minimarket dan grosir BMI dan di Gerai Tangerang Gemilang (GTG). Kita juga membuat marketplace bagi anggota BMI yang saat ini berjumlah 260 ribu orang. Pasar ini tentu akan menarik bagi siapapun. Kita melihat bahwa dalam mewujudkan kesejahteraan, partisipasi anggota termasuk di dalamnya interaksi dan transaksi antar anggota sangat menguatkan mereka, inilah konsep market komunitas, karena BMI merupakan satu komunitas untuk sejahtera bersama” lebih lanjut Kamaruddin Batubara menjelaskan.
Mengakhiri penjelasannya Kamaruddin Batubara mengatakan bahwa anak muda saat ini, ada yang kreatif, ada yang mampu melakukan banyak hal tetapi ada yang perlu ditolong, karena tidak semua anak muda memiliki latar belakang ekonomi dan pendidikan yang baik. Dengan berkoperasi yang benar, maka akan terjadi keseimbangan dan pemerataan. Jika koperasi mampu melakukan transformasi teknologi sebagai basis untuk meningkatkan pola hubungan antar individu yang saling mensejahterakan, maka siapapun bukan hanya yang muda milenial tetapi semua kalangan akan mampu menerima koperasi sebagai barang bagus. Tetapi catatannya, jangan sampai penerapan teknologi kekinian justru menghapus nilai gotong – royong dan kekeluargaan yang menjadi ruh berkoperasi. (LA/Klikbmi).