Bulan Syawal Momentum Kembali Kepada Keislaman dan Kebaikan

Info ZISWAF

Nasehat Dhuha Sabtu, 22 Mei 2021 | 10 Syawal 1442 H| Oleh :  Ust Sarwo Edy, ME

Klikbmi, Tangerang –  BMI Kliker yang dirahmati Allah SWT, kali ini kita akan belajar tentang bagaimana sebaiknya bulan syawal ini kita isi untuk apa. Rujukan nasehat dhuha kali ini adalah isi ceramah Ust Adi Hidayat yang menyampaikan tentang makna idul fitri. Makna idul fitri berdimensi pada 2 hal yakni kembalinya seseorang pada fitrah keislaman dan fitrah kebaikan. Bulan syawal dimulai dengan hari raya islam yaitu Idul Fitri. Setelah sebulan lamanya setiap muslim dididik untuk menjadi pribadi yang bisa menjaga. Menjaga mulut dari makan dan minum. Menjaga nafsu dari melakukan dosa baik kecil maupun besar. Menjaga hati agar tidak terjebak dari penyakit hati. Menjaga iman agar bisa lebih banyak beribadah kepada Allah dengan bermacam-macam bentuknya.

Idul Fitri berawal dari Bahasa arab yang artinya kembali ke fitri (suci). Di hari raya idul fitri ini disambut dengan suka cita oleh seluruh umat islam sedunia bukan berarti mereka senang meninggalkan Bulan Ramadhan. Seakan Bulan Ramadhan adalah momok yang menakutkan dimana lepas darinya adalah keberkahan.  Sebaliknya, Umat Islam pastinya merasa sedih jika ditinggalkan oleh Bulan yang sangat dimulyakan oleh Allah SWT dengan berbagai macam keistimewaannya dibanding bulan-bulan lainnya.  Akan tetapi, umat islam memaknai bahwa Allah menjadikan hari raya idul fitri sebagai momen yang pas untuk mencurahkan rasa syukur karena telah melewati waktu satu bulan penuh sebuah “penggodokan” ataupun “pendadaran” yang sempurna agar seorang muslim menjadi seorang yang bertaqwa sama seperti tujuan diwajibkannya berpuasa yang termaktub di dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.

Idul Fitri atau kembali ke fitrah sering dimaknai dengan seperti bayi yang baru lahir. Sosok manusia yang masih belum ada dosa. Sama halnya dengan seorang muslim yang telah melewati satu bulan penuh berpuasa dengan penuh keimanan dan hanya mengharap pahala dari Allah SWT dimana akan diampuni dosanya. Hal tersebut sesuai sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

Barangsiapa yang berpuasa (di Bulan) Ramadhan (dalam kondisi) keimanan dan mengharapkan (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu (HR. Bukhari)

Maka bulan syawwal dia seakan kembali menjadi  seperti bayi tanpa dosa dikarenakan dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah SWT.

Jika kita merujuk pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW, Setidaknya fitrah memiliki minimal 2 arti :

Pertama : Agama (Islam)

Hal itu termaktub di dalam surat Ar-Rum ayat 30 yang berbunyi :

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Fitrah dimaknai dengan agama islam dalam arti ibadah yang kita kaitkan dengan Idul Fitri adalah bahwa umat islam setelah bulan Ramadhan akan tetap kembali melakukan aktivitas-aktivitas beribadah kepada Allah seperti halnya apa yang mereka kerjakan selama bulan Ramadhan dimana bulan Ramadhan adalah waktu tarbiyah atau pendidikan/penggodokan agar kembali ke fitrahnya muslim yaitu (semangat) beribadah kepada Allah SWT.

Kedua : Bersih/Suci/Baik

Hal itu sesuai dengan Hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)

Maksud dari hadist di atas adalah bahwa setiap bayi yang lahir fitrahnya adalah suci dan bersih dalam arti mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya dan Islam adalah agamanya. Hal tersebut tertera di dalam janji setiap bayi yang masih di dalam kandungan ibunya.

لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مَسَحَ ظَهْرَهُ، فَسَقَطَ مِنْ ظَهْرِهِ كُلُّ نَسَمَةٍ هُوَ خَالِقُهَا مِنْ ذُرِّيَّتِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، وَجَعَلَ بَيْنَ عَيْنَيْ كُلِّ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ وَبِيصًا مِنْ نُورٍ، ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى آدَمَ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ ذُرِّيَّتُكَ 

 Sewaktu menciptakan Nabi Adam, Allah mengusap punggungnya. Maka berjatuhanlah dari punggungnya setiap jiwa keturunan yang akan diciptakan Allah dari Adam hingga hari Kiamat. Kemudian, di antara kedua mata setiap manusia dari keturunannya Allah menjadikan cahaya yang bersinar. Selanjutnya, mereka disodorkan kepadanya. Adam pun bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah mereka?” Allah menjawab, “Mereka adalah keturunanmu,” (HR. Al-Tirmidzi). 

Pada saat seluruh calon keturunan Nabi Adam ‘alaihissalam dikeluarkan dari punggungnya Allah mengambil janji dan sumpah setia mereka:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ

 Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, (Surat Al-A‘raf : 172)

Berikut janji yang mengikat antara setiap calon bayi dengan Tuhannya :

أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

(Allah berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan),” (Surat Al-A’raf : 172)

Dari janji di atas, Idul Fitri menjadi momen yang pas untuk melanjutkan amalan-amalan di bulan Ramadhan dengan tujuan mentauhidkan Allah dan tidak mensekutukan-Nya. Idul Fitri juga dimaknai dengan hari kemenangan. Bagi siapa kemenangan itu? Bagi siapa yang diterima amalan ibadahnya selama bulan Ramadhan. Dan yang jadi pertanyaannya adalah siapa yang diterima amalan ibadahnya selama bulan Ramadhan padahal Allah lah yang menerima amalan-amalan itu dan itu adalah rahasia ilahi?

Salah satu perkataan ulama Ibnu Katsir ketika membahas tafsir Surat Al-Lail : “ Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya. Kesimpulannya, Hakikat dari kembali ke fitri adalah selain dosa-dosa orang yang berpuasa diampuni, mereka kembali suci dengan (kembali) mentauhidkan Allah dengan tetap semangat beribadah kepada-Nya sama seperti ketika bulan Ramadhan tiba.

Mari para pembaca artikel klikbmi.com untuk melanjutkan amalan-amalan yang telah kita lakukan selama bulan Ramadhan kemaren sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allah SWT. Mari jadikan bulan syawal untuk menjaga momentum untuk selalu kembali kepada keislaman yang kaffah dan kebaikan. Salah satunya adalah dengan tetap bersemangat bersedekah melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela : 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI : 0000000888. (Sularto/Klikbmi)

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *