BALI– Pariwisata menjadi sektor yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19. Di Indonesia, daerah yang paling mengandalkan pariwisata sebagai lumbung pendapatan daerah adalah Bali. Sejumlah akses wisata sepi. Ini merupakan imbas pemberlakuan pembatasan akses wisata yang ketat, mengingat Pulau Dewata tersebut menjadi tempat berkumpulnya para wisatawan dari mancanegara. Mau tak mau, para pengelola wisata harus mengikuti peraturan ini demi keselamatan karyawan maupun wisatawannya.
Data dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali menunjukkan penurunan jumlah wisatawan baik asing dan domestik hingga 3 juta pengunjung atau minus 74,17 persen dari tahun lalu (Data Agustus 2019-Agustus 2020). Kawasan pantai dan pura yang sepi pengunjung menjadi fenomana yang bisa ditangkap oleh 27 peserta BMI Tour and Travel, Jumat-Minggu (30/10-1/11/2020). Hanya keheningan dan debur ombar Samudera Hindia yang terdengar memecah batu karang.
Bagi Manager BMI Tour & Travel Haji Zaenal Muttaqien, agenda tur wisata ke Bali menjadi spesial karena dilakukan secara grup di tengah pandemi. Di tambah lagi, para peserta tur dimanjakan dengan perjalanan wisata selama tiga hari dua malam ke destinasi wisata favorit. “Seperti pada hari pertama, kami mengunjungi Pantai Pandawa, Pura Uluwatu dan beristirahat di Hotel Grand Inna, Kuta,” terangnya.
Pada hari kedua, sambung dia, para peserta diajak berwisata ke Desa terbersih, Desa Panglipuran menggunakan VW Safari. Para peserta juga diajak menikmati kopi luwak Alas Harum Tegellallang. “Tanah Lot dan Pusat Oleh-oleh Khas Bali di Krisna menjadi destinasi wisata terakhir sebelum kembali pulang,” ujar Haji Zaenal.
Dari percakapannya bersama para tour guide, Haji Zaenal mendapatkan informasi, bahwa rombongan BMI Tour & Travel menjadi grup pertama yang datang ke Pulau Bali saat pandemi. “Mereka mengaku sudah 7 bulan tidak didatangi grup wisata. Kita yang pertama kalinya datang dengan rombongan. Alhamdulillah, kami disambut dengan hangat dan baik,” ujarnya.
Kondisi wisata Bali tersebut membuat Presiden Direktur Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI) Kamaruddin Batubara tertegun. Ia tak menyangka, pandemi virus corona membuat wisata Bali yang terkenal di seantero dunia kini meredup.
Kesunyian yang sama juga terjadi di Pura Luhur Uluwatu, Desa Panglipuran Bangli dan Tanah Lot, Denpasar. Kendati demikian, senyum dan keseruan para peserta masih terbingkai jelas dalam sesi foto bersama .”Jadi kalau wisata group, baru rombongan BMI Tour saja yang pertama kali hadir di sini,” ujarnya saat berkeliling ke Pura Uluwatu.
Pria kelahiran Mandailing Natal, 45 tahun silam itu menyebut, BMI Tour & Travel yang dikelola Koperasi Konsumen BMI menjadi salah satu pionir wisata grup kebiasaan baru (New Normal) ke Bali di tengah pandemi. Lebih jauh dari itu, agenda wisata BMI Tour and Travel adalah menghidupkan potensi wisata dan menggerakkan ekonomi warga , termasuk memberikan benefit bagi para anggota.
”Kami berharap kehadiran BMI Tour & Travel mampu menggeliatkan kembali aktivitas wisata dan roda ekonomi di Bali. Kendati pandemic covid-19 belum berakhir, roda ekonomi harus tetap bergerak,” jelasnya.
Kamaruddin menambahkan, agenda BMI Tour & Travel ke Bali tetap mengedepankan protokol kesehatan. Selain masker dan jaga jarak, para peserta juga melakukan uji rapid tes, beberapa hari sebelum keberangkatan. Dengan sarana maskapai terbaik, para peserta tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai dengan lancar.
”Sampai di lokasi, para pengelola wisata berharap para peserta BMI Tour menyampaikan pesan untuk membantu menaikan lagi eksistensi yang sudah mereka bangun sebelum adanya pandemi,” katanya.
Agenda BMI Tour Travel tidak hanya menggerakkan ekonomi lokal, melainkan para anggotanya. Pasalnya, dari setiap keuntungan yang diperoleh ada porsi infaq yang disedekahkan kepada yang membutuhkan.
” Jadi kepada anggota Kopsyah BMI, kita tidak hanya menggelorakan semangat wisata, tapi juga dengan mendaftar sebagai peserta BMI Tour Travel juga ikut meringankan beban saudara-saudara kita yang tidak mampu. Berwisata Sambil Bersedekah” katanya.
Di sisi lain, Kamaruddin menangkap ada ketimpangan ekonomi di sektor wisata yang terlihat. Kritiknya terjadi saat sektor laju ekonomi yang terganggu membuat sejumlah pengelola wisata melakukan langkah penyelamatan diri. Para pengelola banyak yang melakuakan pemotongan gaji hingga pemecatan karyawannya.
Jika mengikuti kebijakan umum, sejak Maret hingga Agustus, banyak perusahaan yang gulung tikar akibat pandemi. Karyawan mereka dirumahkan tanpa konsekuensi gaji. Tapi tidak dengan Kopsyah BMI yang masih tetap bertahan di tengah pandemi.
”Alhamdulillah, sejak Agustus hingga sekarang tingkat pengembalian berangsur membaik di atas 95 persen. Ini menjadi bukti bahwa BMI sangat dibutuhkan di saat pandemi ini,” tandasnya. (gar/klikbmi)