وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Az-Zariyat:19)
TANGERANG– Koperasi Agribisnis menjadi faktor kunci para milenial dalam memajukan pertanian Indonesia yang mandiri dan berdaulat. Inilah yang diungkapkan Presiden Direktur Koperasi BMI Kamaruddin Batubara di hadapan 800 lebih peserta Seminar Nasional Koperasi Agribisnis yang diselenggarakan secara daring oleh Sekolah Vokasi IPB, Rabu (14/7).
Dengan membawa presentasi berjudul Saatnya Milenial Berkoperasi, Kamaruddin menyebut para mahasiswa di IPB memiliki potensi besar mengajak para petani di sektor-sektor pertanian, perikanan, peternakan, hingga perkebunan membangun Koperasi Agribisnis. Dengan begitu, petani Indonesia mampu lebih produktif dan efisien dalam memanfaatkan teknologi serta selalu kreatif berinovasi.
Di awal paparannya, Kamaruddin mengajak untuk flash back sejumlah pesan dan pemikiran Bapak Koperasi Indonesia Mohammad Hatta dalam membangun koperasi yang sebenar-benarnya. Mulai dari pesan bahwa Koperasi dibangun oleh orang jujur dan setia kawan (1957), Pidato Bung Hatta di Rapat Gerkopin 1966 bahwa tujuan koperasi adalah melawan kapitalis dan individualisme hingga Pasal 33 UUD 1945 yang memasukkan Koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia.
“Jati diri koperasi adalah dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota. Mendudukan anggota sebagai pemilik, pengendali dan pengguna. Nilai-nilai Koperasi juga sangat Indonesia. Kekeluargaan dan gotong royong,” jelas Peraih Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI pada Juli 2018 silam itu.
“Pasal 33 sudah jelas bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama. Dalam arti bahwa negara intervensi terhadap hajat hidup orang banyak. Bagaimana PLN, air minum dan kesehatan itu harus dikuasai negara. Nah, semoga ke depan Kementerian Koperasi berubah menjadi Kementerian Koperasi dan BUMN,” tambahnya.
Jika demikian, koperasi pun mampu menggarap semua sektor hajat hidup orang banyak. Berdasarkan Pasal 16 UU Nomor 25 Tahun 1992 disebutkan bahwa jenis Koperasi ada lima yakni ; simpan pinjam, konsumen, produsen, pemasaran dan jasa. Koperasi pun bisa membangun hubungan fleksibel dengan non koperasi yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak.
“Karena semua bisnis (koperasi) bisa, dan bekerjasama dengan non koperasi pun boleh. BMI sudah membuktikan dengan kerjasama bersama vendor-vendor, BMI mampu menciptakan sebuah bisnis yang benefitnya bisa kami rasakan,” terang pria Kelahiran Mandailing Natal, 46 tahun silam itu.
Dalam prakteknya, lanjutnya, operasional Koperasi BMI dijalankan oleh para milenial. Dari 929 karyawan Kopsyah BMI dan 92 orang di Kopmen BMI jika dirata-rata usianya 24,5 tahun. Dari para milenial itulah, BMI mengelola aset Rp 800 miliar lebih di Kopsyah BMI dan Rp 27,5 miliar di Kopmen BMI.
“Manajer-manajer kami sangat muda-muda. Dari merekalah kami bisa berkreasi membangun koperasi ini. Dan semua bisa dilakukan dengan semangat gotong royong tadi,” tuturnya.
Di sektor agribisnis, BMI mempraktekan pemberdayaan dan pendampingan para anggota yang berprofesi sebagai petani dan juga peternak. Saat ini, BMI tengah mengembangkan bebek petelur, yang saat ini digarap 20 petani anggota dengan 100-200 ekor. Program ini mampu meningkatkan pendapatan anggota setiap bulan. Semua petani mendapatkan pendampingan dan bagi hasil murni.
“Koordinator serta penyuluhnya pun masih milenial. Penyuluhnya adalah lulusan S2 IPB. Dan intinya, BMI punya prinsip kalau luar negeri bisa ekspor ke Indonesia, mengapa kita tidak. Ini bukan soal bisa atau tidak, mau atau tidak kita,” jelas Presdir Koperasi BMI.
Kamaruddin juga menceritakan perjuangan para milenial yang ikut serta dalam membangun koperasi besar baik di Indonesia dan dunia. Seperti Credit Union (CU) Keling Kumang di Kalimantan Barat yang sukses dengan olahan pertanian dan Praktek Koperasi KBQ Baburrayan Aceh yang mampu membawa kopi Gayo mendunia.
Dalam webinar yang dipandu oleh Dahri Tanjung itu, Kamaruddin menjelaskan bahwa Koperasi BMI terus berinovasi membangun transformasi digital kepada 300 ribu anggotanya. Tentunya digitalisasi membuat praktek koperasi semakin inklusif di mata para milenial dan adaptif di era Revolusi Industri 4.0. Lewat dua aplikasinya yakni Doit BMI dan BMI Mobile, BMI mampu memenuhi kebutuhan anggota.
“Dalam memenuhi kebutuhan ritel, BMI ada Doit BMI (Kopmen BMI) dan BMI Mobile (Kopsyah BMI) untuk sektor finansialnya. Jadi duit anggota hanya berputar di lingkaran BMI saja. Dengan inovasi ini, koperasi harus mampu menjawab tantangan zaman, termasuk digitalisasi,” jelasnya.
Kamaruddin pun berbagi resep agar para milenial semakin bersemangat membangun koperasi agribisnis. Yang pertama adalah membangun banyak marketplace Agri. Namun pasar digital petani tersebut harus berbadan hukum koperasi, bukan perseroan terbatas (PT).
“Dengan banyaknya pasar digital, para petani mendapatkan banyak benefit (harga komoditas lebih tinggi dan pasar yang jelas) dengan ruh koperasi yakni kekeluargaan dan gotong royong, bukan keuntungan pribadi,” jelasnya.
Lalu, membangun smart farming yang berbadan hukum koperasi. Kamaruddin mengakui, IPB sebagai lumbung para teknokra pertanian memiliki potensi ini. Dengan begitu, para teknokra ini mampu membuat koperasi agri sebagai lembaga inkubator yang menguasai rantai pasok dari hulu hingga ke hilir komoditas petani.
” Inilah saatnya para milenial bertindak. Saatnya kita menjadi penguasa di negeri ini. Jangan impor terus, penuhi dulu kebutuhan pangan kita dengan koperasi,” paparnya.
Kamaruddin menyebut ada 7 cara membangun Koperasi Agribisnis yakni ; menentukan dahulu core business yang akan dicapai, berkolaborasi minimal dengan sembilan orang sebagai pendiri, mengajak sebanyak-banyaknya anggota untuk berkoperasi, mengumpulkan modal awal koperasi (simpanan pokok dan wajib).
Kemudian, menetapkan pengurus dan pengawas, dan pemilihan secara demokratis. Lalu, menunjuk pengelola yang diisi oleh direktur, manajer dan lain-lain atau sementara dirangkap pengurus. Terakhir, koperasi agri harus dikelola secara profesional dan adaptif dengan tata kelola koperasi modern.
“Membangun koperasi harus fokus, jangan kerja sampingan. Kalau mengurus sampingan, hasilnya akan ke samping. Tidak akan maju-maju,” tandasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut yakni Staf Khusus Menkop UKM RI Riza Damanik, Plh Rektor IPB University Drajat Martianto, Dekan Sekolah Vokasi IPB Arief Darjanto, Kaprodi MAB SV IPB Anita Ristianingrum dan narasumber lainnya.
(gar/KLIKBMI)
Mantap jasa…