Di Depan Penggiat BMT, Kamaruddin Batubara Tegaskan Koperasi Adalah Senjata Melawan Kapitalisme

BMI Corner

TANGERANG– Presiden Direktur Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI) Kamaruddin Batubara menegaskan strategi membangun loyalitas anggota, terlebih dahulu harus berangkat dari pondasi Koperasi Indonesia. Penulis Buku Best Seller Model BMI Syariah itu mengutip dua poin pidato proklamator Indonesia, Mohammad Hatta. Yakni di Konferensi Ekonomi Jogjakarta tahun 1946 dan Acara Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin) tahun 1966.

Dalam pidatonya, Wakil Presiden Republik Indonesia pertama itu menyebut bahwa arah perekonomian di masa mendatang harusnya semakin jauh dari individualisme dan semakin dekat dengan kolektivisme yaitu; sama sejahtera atau sejahtera bersama.

”Pembangunan Ekonomi Indonesia sesudah perang haruslah didasarkan kepada cita-cita tolong menolong. Ini sangat syariah sebenarnya.Ini pekerjaan rumah bagi kita (penggiat koperasi syariah) untuk membuktikan ini,” ujar Kamaruddin mengutip pernyataan Mohammad Hatta di depan puluhan peserta diskusi daring Kajian Malam Selasa (Kamanse) yang diinisiasi Asosiasi Baitul Maal Wa Tamwil Se-Indonesia wilayah Jogjakarta (Absindo DIY), Senin (16/11) malam.

LAWAN KAPITALISME: Presiden Direktur Koperasi BMI Kamaruddin Batubara menampilkan slide pidato Bung Hatta mengenai arah ekonomi Indonesia.

”Sama halnya dengan pidato di tahun 1966, bahwa cita-cita Koperasi Indonesia adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Bahwa kalau di luar negeri (Skandinavia), koperasi di sana hanya mengoreksi kapitalisme meski masih debatable. Tetapi di Indonesia (kata Bung Hatta) dengan dasar ekonomi Pancasila yang kerakyatan adalah berhadapan langsung melawan kapitalisme,” jelasnya.

Kamaruddin kembali mengingatkan para penggiat koperasi bahwa tujuan berkoperasi bukanlah mencari keuntungan semata tetapi sosial dan pemberdayaan sebagai upaya pemerataan ekonomi berkeadilan. 

”Tujuan berkoperasi ini harus kita gaungkan bagi penggerak koperasi syariah.Untuk itu, pemerataan ekonomi hanya dapat diwujudkan melalui koperasi. Tidak ada pilihan lain, kecuali bagi mereka yang hanya mengejar keuntungan semata dan mengabadikan kemiskinan,” jelasnya.

MELAWAN SECARA FUNDAMENTAL: Pidato Bung Hatta dalam Acara Gerkopin 1966 mengaungkan kembali cita-cita Koperasi Indonesia.

Kamaruddin juga menyinggung upaya pemerintah lewat Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM. Menurutnya, bantuan ini efektif untuk menggerakkan perekonomian di lini bawah jika koperasi ikut dilibatkan. Tentunya, dalam fungsi koperasi sebagai pemberdayaan anggota.

”Jadi koperasi harus dibuat agar masyarakat berdaya, bersosial dan berdikari secara ekonomi. Koperasi harus berwatak progresif,bukan kapitalistik. Artinya koperasi tidak boleh dikembangkan dalam logika kapitalistik, yakni mencari untung semata ,” ungkapnya.

Dikatakannya, dalil koperasi bersumber pada QS Al Maidah ayat 2 yang berbunyi ; “Tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran,”. Jika diperas, intisari dari ayat tersebut adalah kekeluargaan dan gotong royong.

” Ini sejalan dengan semangat yang dibawa Bung Hatta, koperasi Indonesia sudah sangat islami sekali. Karena ekonomi itu harus tolong menolong bukan keserakahan seperti yang dipraktekkan oleh kapitalisme. Nah, dengan ini nanti militansi anggota lewat tolong menolong bisa kita angkat dan loyalitas akan tumbuh,” paparnya.

Kamaruddin kembali mengangkat lima pilar koperasi. Diantaranya, koperasi harus memperbaiki ekonomi dan pendidikan bagi anggota dan keluarganya. Termasuk kesehatan, sosial dan spiritual. ”Dengan berkoperasi, kita harus meyakinkan kepada semua anggota bahwa rezeki itu sudah Allah SWT tentukan dan apapun rezeki itu semuanya adalag milik Allah SWT seperti dalam QS Al Baqarah ayat 284,” jelasnya.

”Semangat ini apabila diimani anggota, maka tidak ada lagi anggota yang curang, akan tidak ada anggota yang lalai atas kewajibannya selama ia mampu. Ini yang harus terus kita tanamkan. Dan jiwa sosialnya harus tumbuh, termasuk dia paham bahwa koperasi ini milik siapa dan kita harus meyakini kepada anggota bahwa koperasi adalah milik bersama,” tegasnya.

Kamaruddin juga mengingatkan kembali empat karakteristik ekonomi syariah. Diantaranya; bercirikan ketuhanan, kemanusiaan, berlandaskan etika dan bersifat ketengahan (keseimbangan). ”Karakteristik inilah yang terus kita ulang-ulang. Sehingga anggota tahu, jika sudah ingat tuhan ingat manusia, etika dijaga maka terjadi keseimbangan dunia akhirat. Jadi kalau sudah diimani, tidak ada yang berlaku curang dan lalai menjalani kewajibannya,” ujar Kamaruddin.

Ia juga menyebut tujuh ajaran ekonomi syariah diantaranya; keuntungan dunia dan akhirat, tidak zalim, jujur, amanah, peduli orang lain, bersyukur dan qanaah. ”Kalau kita ingin bertambah rezekinya kita harus bersyukur dan selalu merasa cukup dan ini yang harus kita terus sampaikan kepada anggota, sehingga mereka paham betul apa dan makna dari hakikat keberkahan, bukan keserakahan, ” bebernya.

Kamaruddin menerangkan bahwa lewat Permenkop Nomor 11 Tahun 2017 atau revisi Permenkop Nomor 15 tahun 2016, telah menjadi barometer pembeda antara posisi koperasi syariah dengan konvensional atau pun bank dengan koperasi.

Ada tiga dasar yang fundamental yang dimiliki koperasi syariah namun tidak dipunyai koperasi konvensional. Koperasi syariah harus peduli dengan ekonomi, sosial dan pemberdayaan dan pendampingan serta pengelolaan zakat, infaq, wakaf dan sadaqah.

 ”Saya selalu sampaikan, kalau koperasi hanya simpan pinjam, lebih baik badan hukumnya perbankan saja, minimal Bank Perkreditan Rakyat. Harusnya, koperasi syariah tidak seperti itu, dia harus melakukan kegiatan sosial (maal) dan pendampingan untuk anggota untuk kesejahteraan bersama,” katanya.

JADI PEMBEDA : Presdir Koperasi BMI Kamaruddin Batubara menunjukkan slide berisi Permenkop Nomor 11 Tahun 2017 yang menjadi pembeda antara koperasi syariah dan koperasi konvensional.

”Persoalan koperasi bukan pada saat mendirikan, tapi saat berdiri, apakah dia bisa berlari atau berjalan saja, atau merayap. Bukan saat berdiri, tetapi sesudah berdiri. Ada 5.000 lebih koperasi dan bank syariah di Indonesia, tapi kontribusinya tidak pernah bergeser dari 5 persen,” tandasnya. (gar/KLIKBMI)

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *