Sepekan, Neneng Bisa Belanja Sembako Rp 75 juta Dari Gudang Kopmen BMI. Omzet Perhari Tembus Rp 15,8 Juta.
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. ( QS Al Baqarah : 155)
TANGERANG – Sedari awal Neneng Peragawati (42) tak pernah bermimpi menjadi seorang pedagang. Namun ibu tiga anak ini jeli memanfaatkan celah untuk meraup rupiah. Ia dan suaminya Ridwan Efendi (43) membuka toko sembako di pinggir Jalan Raya Gembong, Kampung Dangdeur, Desa Gembong, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang.
Sebagian besar stok di toko milik Neneng dipasok dari Koperasi Konsumen Benteng Muamalah Indonesia (BMI). Dalam sehari, omzetnya mencapai Rp 8,5 juta hingga Rp 15,8 juta. Hanya setahun berjalan, anggota Kopsyah BMI Cabang Jayanti itu bisa membeli bahan sembako mulai dari Rp50 hingga Rp 76,5 juta selama sepekan. Stok sembakonya dikirim langsung dari Gudang Kopmen BMI di Pasar Kemis, Tangerang.
Pada Hari Kamis (12/8), Kepala Gudang Kopmen BMI Irwan Harahap mengantarkan truk berisi pesanan stok untuk toko Neneng. Nilai pesanan yang dipesan mencapai Rp 53 juta itu meliputi ratusan karton minyak goreng dan tepung terigu.
Baca juga : BMI Serahkan Bantuan Pendidikan Rp 50 Juta Kepada Dua Anak Karyawan
”Rata-rata minyak goreng dan tepung, semua dari Gudang Kopmen BMI. Harganya miring dan pembeliannya bisa ditempo. Makanya, banyak dari pelanggan kami kaget kok harga di toko kami dan agen lain lebih murah dari sini,” ujar Neneng.
Sama halnya dengan pengusaha-pengusaha lain, perjalanan Neneng dan Ridwan dalam merintis usaha mulanya juga mengalami kendala. Beberapa kali gagal dan sempat gulung tikar. Namun, sejatinya pedagang memiliki jiwa yang ulet, sehingga mencoba terus bangkit di tengah keterpurukannya.
Keterpurukan Neneng itu terjadi enam tahun silam. Berawal dari kegagalan suaminya mengembangkan usaha batubara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Semua modal usahanya habis saat harga batubara anjlok di Tahun 2014. Meski berat, Neneng dan Ridwan kembali ke Jayanti. Meninggalkan kenangan hidup mewahnya di rantau orang.
”Waktu usaha jatuh, perasaan kami sangat terpuruk mas. Uang Rp 2 juta sehari hilang begitu saja. Modal sudah habis. Tapi pas saya lihat anak sama suami mendingan kami pulang,” paparnya.
Meski terpuruk, Ridwan dan Neneng tetap berusaha, dan berpikir positif. Prinsip tersebut membangun pribadi keduanya untuk tetap gigih meski di masa sulit, termasuk di tengah pandemi ini. Berawal dari ajakan sang ibu menjadi anggota koperasi, Neneng pun berkenalan dengan Kopsyah BMI di tahun 2015.
Baca Juga : BMI Berikan Sepatu Khusus Kepada Fardhan, Bocah Dengan Kelainan Kaki Asal Cilegon
Di tahun itu, Neneng mendapatkan pembiayaan Rp 1,5 juta untuk usaha batu akik sang suami. Saat itu, batu akik tengah booming. Hanya setahun, Ridwan pun diterima menjadi sopir Super Market Matahari. Peluang usaha dilirik Ridwan. Dari koleganya di sana untuk membeli stok pakaian eks Matahari untuk dijual ke masyarakat.
Kegagalan di Sumatera Selatan menjadi guru terbaik, melalui kegagalan itu Neneng dan Ridwan bisa mengoreksi langkah-langkah yang seharusnya diambil sebagai pengusaha. Utamanya, mencari pasar. Neneng mengaku, era kini dimudahkan dengan teknologi, sehingga ia bisa menjual barang-barang dagangannya lewat Whatsapp. Pelangganya tak hanya dari warga sekitar, namun juga Karyawan Kopsyah BMI.
”Awalnya saya ragu (berjualan baju), apa barang ini laku? Ternyata pas saya tawarkan, komentarnya positif. Karena barang yang saya jual juga branded dan masih baru,” terangnya.
Hingga akhirnya pandemi datang. Kontrak suaminya tidak diperpanjang. Neneng yang saat itu tengah melejit dengan usaha baju, tak rela melihat Ridwan bertopang dagu setiap hari. Pada Juni 2020, Neneng pun membangun usaha sembako yang hampir semua stok belanjanya dari Gudang Kopmen BMI.
Kendati berjualan di pinggir jalan, Neneng mengaku barang sembako yang dijualnya bisa bersaing dengan agen besar di Pasar Gembong. Etalase jualannya pun dibuat menonjol. Semua merek minyak goreng dan tumpukan telur ia pajang hingga menyita perhatian pengguna jalan.
”Contohnya minyak goreng, saya dapat harga spesial dari BMI. Mulai dari minyak 1 liter sampai 2 liter disediakan BMI. Awalnya kami bikin harga yang beda Rp 1.000 dari agen besar lain, ternyata semua datang ke warung saya,” jelasnya.
Baca Juga : BMI Serahkan MCK Gratis Untuk Pedagang Sayur & Buah Asal Serang
Neneng mengatakan bahwa pelayanan Kopmen BMI sangat memuaskan. Selain pelayanan ramah dan cepat, Neneng juga mendapat fasilitas antar barang ke tempat tujuan. Meski jarak ke warungnya dari Gudang Kopmen BMI hingga 10 Km.
Lebih lanjut Neneng berharap ke depannya Kopmen BMI lebih variatif lagi dalam melengkapi produknya.” Ke depan saya berharap Kopmen BMI juga bisa mengadakan gas ukuran 3 kg, telur, deterjen untuk keperluan rumah tangga, karena konsumen banyak yang membutuhkan, ” katanya.
”Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih kepada BMI. BMI hadir di tengah keterpurukan kami. Alhamdulillah, BMI tidak hanya saya diberikan pembiayaan modal untuk bisa bangkit lagi, namun juga membimbing kami untuk tetap berbuat baik kepada orang tua, keluarga dan para tetangga,” jelasnya.
Baca Juga : Sejarah Berdirinya Kopsyah BMI
Sementara Manajer Cabang Jayanti Sandi Sumantri, menjelaskan Neneng merupakan anggota yang aktif. Kepercayaan BMI yang besar atas kegigihannya membuat Neneng mendapatkan pembiayaan Rp 25 juta yang bisa dilunasinya selama enam bulan. Neneng pun menunaikan wakafnya untuk ayah dan ayah mertuanya di Kopsyah BMI.
”Alhamdulillah, usaha Ibu Neneng juga mampu memberi kemudahan anggota di sekitar Gembong mendapatkan sembako murah dari warungnya. Tidak hanya mengakses pembiayaan, Ibu Neneng juga mengisi investasi simpanan berjangkanya di BMI yang mencapai Rp 45 juta,” paparnya.
Terpisah, Presiden Direktur Koperasi BMI Kamaruddin Batubara menjelaskan bahwa Kopmen BMI terus bergerak untuk memperbaiki pelayanan, dan pemenuhan kebutuhan anggota.” Kami sedang terus berbenah, baik dari harga, kelengkapan produk, pelayanan dan penataan internal. Alhamdulillah kami mengapresiasi kegigihan usaha dari Ibu Neneng. Kita harus pastikan bahwa harga barang di gudang, terjangkau dan kompetitif. Jangan sampai ada barang yang lebih mahal dari tempat lain, sehingga anggota merasa puas dan terpenuhi kebutuhannya,” terangnya.
Peraih Anugerah Satyalancana Wira Karya Tahun 2018 itu mengatakan bahwa semua pergerakan usaha dari Kopmen BMI berbasis kebutuhan anggota.” Apapun kebutuhan anggota kita berusaha untuk memenuhinya. Saat ini kita memiliki kurang lebih 16 ribu warung anggota yang sangat potensial untuk diberdayakan. Kita akan fokus menggarap captive market itu. Jika kaum kapitalis saja bisa menguasai pangsa pasar saat ini, harusnya kita juga bisa melakukan yang terbaik dengan sistem ekonomi syariah yang bercirikan pemerataan ekonomi yang mensejahterakan. Koperasi BMI sedang berjuang dan punya kapasitas untuk melakukan itu semua, ” tandasnya.
(gar/KLIKBMI)