Klikbmi.com, Tangerang – Koperasi sebagai lembaga keuangan non bank, khitahnya didirikan sebagai lembaga keuangan yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh anggota untuk memperoleh manfaat berupa meningkatnya kesejahteraan anggota. Namun dalam perkembangannya di lapangan badan hukum koperasi sering dimanfaatkan oleh kepentingan orang tertentu untuk menghimpun dana masyarakat dan bukan disalurkan kepada anggota tetapi justru untuk kepentingan bisnis individual maupun kelompok.
Tidak jarang mekanisme ponzi ditempuh oleh lembaga koperasi yang memang sejak awal disetting untuk tujuan ini. Pada Koperasi Langit Biru yang masalahnya muncul pada tahun 2012, Jaya Komara , pendiri Koperasi Langit Biru atau PT Transindo Jaya Komara. Siapa Jaya Komara dan Koperasi Langit Biru yang saat itu menjadi buah bibir nasional karena merugikan nasabahnya (bukan anggota) miliaran rupiah. PT Transindo Jaya Komara atau Koperasi Langit Biru didirikan dengan Akte Notaris H Feby Rubein Hidayat SH No. AHU. 0006152.AH.01.09. Tahun 2011 adalah perusahaan konvensional yang sudah berdiri pada tahun 2010 sebelum kasus ini meledak pada 2012 dan bergerak khusus mengelola daging sapi. Saat itu PT. TJK telah memiliki 62 suplayer peternakan, penggemukan, pemotongan, dan pendistribusian daging sapi. Transpormasi PT menjadi koperasi ini pun ditengarai sebagai alat untuk menghimpun dana masyarakat.
Saat itu langkah yang ditempuh adalah memidanakan aktor Utama Koperasi Langit Biru. Meskipun tersangka utama kasus penggelapan, penipuan, dan money laudering nasabah Koperasi Langit Biru pada akhirnya meninggal dunia selama masa tahanan, tetapi penyitaan asetnya terus dilakukan pada waktu itu. Tetapi masyarakat sebagai korban tidak semua uangnya bisa kembali. Pada awal tahun 2017, kembali muncul Salman Nuryanto ditahan atas kasus dugaan penipuan dan penggelapan investasi fiktif Pandawa Group. Ia diduga melarikan dana ratusan ribu investornya senilai total Rp 3 triliun. Nuryanto menggunakan Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri sebagai kedok untuk menarik dana dari para investor secara ilegal. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri memiliki izin. Namun kegiatan penghimpunan dana dari para investor itu, adalah praktik ilegal karena tidak memiliki izin atas badan usahanya.
Pada akhir tahun 2017 masalah kembali muncul, 12 koperasi bermasalah diduga melakukan praktik menyimpang. Kedua belas koperasi bermasalah itu adalah Koperasi Cassava Agro (Bogor), KSP Pandawa Mandiri Grup (Depok), KSP Wein Sukses (Kupang), KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera (Cirebon), dan KSPPS BMT CSI Madani Nusantara (Cirebon). Berikutnya, Koperasi Pandawa/Koperasi Indonesia (Malang), Koperasi Bintang Abadi Sejahtera (Bogor), Koperasi Segitiga Bermuda (Gowa), Koperasi Merah Putih (Tangsel), Koperasi Budaya Bank Bumi Daya (Riau), Koperasi Harus Sukses Bersama (Jambi), dan Koperasi Karya Putra Alam (Gunung Putri, Bogor).
Awal tahun 2020 koperasi Indonesia kembali diterpa gagal bayar koperasi. Kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri mengemuka dan menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Dimintai keterangan atas persoalan ini, Kamaruddin Batubara mencermati kejadian ini sebagai imbas dari masuknya pengusaha yang menggunakan ijin koperasi yang relatif lebih mudah daripada perbankan untuk menghimpun dana masyarakat.
Mereka tak jarang menggunakan sistem ponzi di mana mereka memberikan keuntungan kepada nasabah (bukan anggota) yang diambil dari pokok simpanan nasabah yang lain. Sehingga sebetulnya yang diberikan keuntungan ini adalah uang nasabah lain. Praktek ini tumbuh subur karena dua hal. Pertama adalah ketidaktahuan masyarakat terhadap badan hukum koperasi secara menyeluruh dan kedua adalah masih adanya celah pengawasan yang mampu dimanafaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
“Saya mencermati memang ada koperasi yang dari awal disetting untuk melakukan itu. Kita bisa melihat pada dua kasus terakhir Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri, koperasi ini punya relasi kuat dengan grup bisnis yang sudah ada sebelumnya. Tentu kita berharap pemerintah dalam hal ini Kemenkop akan lebih meningkatkan pengawasan dan jika diperlukan menuntut pidana pada pelakunya” ujar Kamaruddin Batubara. “Jika ini dibiarkan bukan bukan hanya masyarakat yang dirugikan, kami para pelaku koperasi yang berjuang betul untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat terkena imbas dari praktek koperasi seperti ini, tentu citra koperasi akan runtuh” tambah Kamaruddin Batubara dalam keterangannya.
Kamaruddin Batubara saat mengakiri pernyataannya menyampaikan bahwa langkah hukum berupa sanksi perdata maupun pidana dan pengawasan yang lebih ketat terhadap koperasi akan didukung. Dan menurutnya perlu badan khusus dalam pengawasan koperasi yang mengatur kegiatan pelaksanaan koperasi agar kualitas koperasi dalam operasional sehari-hari bisa ditingkatkan kualitasnya. Di sisi lain, peluang pelanggaran oleh oknum koperasi dapat ditekan. (LA/Klikbmi)