Mak Sinah Dan Amalan Ibadahnya

Edu Syariah

Nasehat Dhuha Jumat, 15 April 2022| 13 Ramadhan 1443 H | Oleh : Ustadz Sarwo Edy, ME

Klikbmi, Tangerang – “Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah karena untuk saat ini Mak Sinah masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk beribadah,” terang Atikah membuka percakapan.

Ibu Atikah adalah salah satu Anggota Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia Cabang Jambe. Tepatnya di Rembug Pusat Kacang Panjang. Ia merupakan keluarga jauh dari Mak Sinah. Rumah mereka berdua juga tidak berjauhan jaraknya dan masih beralamat yang sama yaitu di Kampung Parung Jahe, RT 06, RW 02, Desa Sukamanah, Kecamatan Jambe, Kabupaten Tangerang.

Dialah yang mengajukan Mak Sinah agar mendapatkan  bantuan Program Sanitasi Dhuafa dari Kopsyah BMI Tahun 2018 lalu. Ia merasa Mak Sinah sangat layak untuk dibantu.

”Karena memang dari awal ia tidak pernah memiliki kamar mandi. Dan jika mau mandi ataupun buang hajat, ia harus ke kebun yang lumayan jauh dari rumahnya. Itupun di kobangan dalam bentuk sumur galian seadanya yang ia pacokin di samping sawah. ”ujarnya menggambarkan keadaan Mak Sinah saat itu.

Atikah mengatakan, setiap hari tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Mak Sinah. Aktivitasnya hanya di sekitar rumahnya. Kadang hanya sekedar untuk keliling rumah ataupun duduk. Kadang kalau sudah mendekati waktu makan, Mak Sinah memasak di belakang rumah. ”Katanya umurnya 105 tahun. Jadi tidak banyak yang bisa dikerjakan,” terang Atikah menceritakan aktivitas sehari-hari Mak sinah.

Walaupun sudah berumur, sambung Atikah, ada satu hal yang cukup mencengangkan. Yaitu ia tetap bisa melaksanakan kewajibannya sebagai hamba. Mak Sinah tetap rutin menjalankan ibadah sholat 5 waktu. Ditambah lagi ketika malam ia tambah ibadah Amaliyah-nya dengan sholat tahajud.

”Di Bulan Ramadhan ini, Mak Sinah masih kuat untuk berpuasa. Bahkan ia juga rutin untuk berpuasa Senin-Kamis,” terangnya menceritakan aktivitas kerohanian Mak Sinah.

“Apalagi waktu pendengarannya masih bagus dan fisiknya masih kuat, ia sering pergi ngaji jalan kaki. Dan itu jaraknya lumayan jauh. Selain belajar ngaji, ia juga ngajar ngaji atau ngajar doa-doa untuk anak kecil.” sambungnya.

“Kalau saya lihat di data kependudukan di Desa Sukamanah, ia merupakan orang yang paling sepuh di desa. Ia juga termasuk segelintir orang yang sampai saat ini masih hidup yang merasakan hidup di Jaman Belanda,” terangnya.

Mak Sinah (kiri) berfoto bersama Atikah di depan kamar mandi miliknya yang dibangun Kopsyah BMI lewat program sanitasi dhuafa Tahun 2018 silam.

Atikah mengenal Mak Sinah sebagai penganyam tikar pandan. Biasanya tikarnya dijual ke tetangga-tetangga. Tahun 2012 yang lalu ia berhenti dari pekerjaan itu karena fisik yang sudah mulai lelah. Mulai saat itu tidak ada lagi pemasukan.

”Jika ada tetangga yang ngasih, ia bisa makan. Kadang tidak ada yang ngasih sama sekali. Makanya saya berinisiatif untuk mengajukan juga Mak Sinah untuk menerima santunan dhuafa tiap bulannya. Alhamdulillah, Pengajuan saya disetujui dan tiap bulannya ada karyawan Kopsyah BMI yang nganter sembako ke rumahnya,” ujar Atikah.

Atikah mengatakan, pihak keluarga merasa sangat terbantu dengan adanya program santunan dhuafa tiap bulan rutin diberikan oleh Kopsyah BMI.

”Jujur, saya pribadi sebagai keluarga jauh tidak bisa setiap hari memberinya makan. Karena saya juga punya keluarga dan nenek sepantaran adeknya mak sinah yang harus diurusi,” ungkapnya.

 “Tahun kemaren ia sempat sakit selama 1 bulan ketika bulan Ramadhan. Sehingga pemberian mukena dan kerudung dari karyawan BMI cabang jambe tidak dipakai saat itu. Kami kira sebagai keluarga memang sudah saatnya. Tapi alhamdulillah, sampai saat ini ia masih diberikan panjang umur. Selain karena takdir Allah, mungkin ini juga karena rajin ibadahnya, sholatnya, puasanya dan juga sedekahnya,” jelas Atikah.

“Saya pribadi mau belajar dari Mak Sinah yang sabar, dengan umur yang sepuh ini hidup mandiri, masih mengerjakan sholat, puasa dan sedekah. Kadang ada pengumuman di masjid utk ajakan sedekah, dia langsung datang ke masjid untuk ikut sedekah.”Tambahnya menggambarkan semangat ibadah mak sinah yang menginspirasinya.

Dari kisah Mak Sinah ini kita bisa mengambil hikmah bahwa setiap hamba akan tetap disyariatkan kepadanya kewajiban beribadah selama ia masih hidup. Walaupun itu ada kadar rukhshoh nya masing-masing menurut Al-qur’an, Hadist, Qiyas serta Ijma’ ulama. Apalagi kewajiban sholat, selama seorang hamba masih menghembuskan nafas, selama itu pula kewajiban sholat melekat di pundaknya.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Imran bin Husain ketika ditanya ada sahabat yang punya penyakit wasir sehingga menyulitkan untuk sholat dengan berdiri. : Sholatlah dengan berdiri, jika tidak bisa maka dengan duduk, jika tetap tidak bisa maka sholatlah dengan tidur dengan posisi miring (HR. Bukhari).

Bahkan rukhsoh dalam sholat hingga diperbolehkannya dengan isyarat kedipan mata jika sudah tidak bisa menggerakkan badannya. Wallahu a’lam bish-showaab.

Mari terus ber-ZISWAF (Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf) melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BSI eks BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela : 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI : 0000000888.

(Togar Harahap/Klikbmi)

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *