Nasehat Dhuha Jumat, 21 Januari 2022| 13 Jumadil Akhir 1443 H | Oleh : Sularto
Klikbmi, Tangerang – Kamis sore setelah Asyar di kantor pusat Koperasi BMI, Ketua Pengawas Syariah Koperasi BMI memberikan tauziah singkat dengan tema menuntut ilmu adalah jihad sedang mengerjakannya merupakan sedekah. Kita tidak boleh berhenti menuntut ilmu sepanjang hidup kita. Sekalipun sudah gelar Doktor yang kita dapat, kita tidak boleh berhenti menuntut ilmu.
Kita perlu memperbanyak membaca buku sebagai salah satu jalan untuk menuntut ilmu. Memang butuh perjuangan dalam menuntut ilmu. Perlu waktu. Perlu biaya dan perlu pengorbanan. Itulah mengapa menuntut ilmu dapat dikatakan sebagai jihad. Jihad ternyata bukan hanya dengan berperang mengangkat senjata. Menuntut ilmu agama bisa pula disebut jihad. Bahkan sebagian ulama berkata bahwa jihad dengan ilmu ini lebih utama daripada dengan senjata. Karena setiap jihad mesti pula didahului dengan ilmu.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Menuntut ilmu adalah bagian dari jihad di jalan Allah karena agama ini bisa terjaga dengan dua hal yaitu dengan ilmu dan berperang (berjihad) dengan senjata. Sebagian ulama berkata, “Sesungguhnya menuntut ilmu lebih utama daripada jihad di jalan Allah dengan pedang.”
Menjaga syari’at harus dengan ilmu. Jihad dengan senjata pun harus berbekal ilmu. Tidaklah bisa seseorang berjihad, mengangkat senjata, mengatur strategi, membagi ghonimah (harta rampasan perang), menawan tahanan melainkan harus dengan ilmu. Ilmu itulah dasar segalanya”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 108)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata bahwa ilmu yang dipuji di sini adalah ilmu agama yang mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz pernah ditanya, “Apakah afdhol saat ini untuk berjihad di jalan Allah ataukah menuntut ilmu (agama) sehingga dapat bermanfaat pada orang banyak dan dapat menghilangkan kebodohan mereka?
Apa hukum jihad bagi orang yang tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya, namun ia masih tetap pergi berjihad?” Jawab beliau, “Perlu diketahui bahwa menunut ilmu adalah bagian dari jihad. Menuntut ilmu dan mempelajari Islam dihukumi wajib. Jika ada perintah untuk berjihad di jalan Allah dan jihad tersebut merupakan semulia-mulianya amalan, namun tetap menuntut ilmu harus ada. Bahkan menuntut ilmu lebih didahulukan daripada jihad. Karena menuntut ilmu itu wajib.
Adapun dalil yang mendukung bahwa menuntut ilmu termasuk jihad adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَوْ شِئْنَا لَبَعَثْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ نَذِيرًا (51) فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا (52)
“Dan andaikata Kami menghendaki benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (QS. Al Furqon: 51-52).
Ibnul Qayyim berkata dalam Zaadul Ma’ad, “Surat ini adalah Makkiyyah (turun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah)
Di dalam ayat ini berisi perintah berjihad melawan orang kafir dengan hujjah dan bayan (dengan memberi penjelasan atau ilmu, karena saat itu kaum muslimin belum punya kekuatan berjihad dengan senjata).
Bahkan berjihad melawan orang munafik itu lebih berat dibanding berjihad melawan orang kafir. Jihad dengan ilmu inilah jihadnya orang-orang yang khusus dari umat ini yang menjadi pewaris para Rasul.”
Dalam hadits juga menyebutkan bahwa menuntut ilmu adalah bagian dari jihad. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ جَاءَ مَسْجِدِى هَذَا لَمْ يَأْتِهِ إِلاَّ لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ أَوْ يُعَلِّمُهُ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ جَاءَ لِغَيْرِ ذَلِكَ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ يَنْظُرُ إِلَى مَتَاعِ غَيْرِهِ
“Siapa yang mendatangi masjidku (masjid Nabawi), lantas ia mendatanginya hanya untuk niatan baik yaitu untuk belajar atau mengajarkan ilmu di sana, maka kedudukannya seperti mujahid di jalan Allah. Jika tujuannya tidak seperti itu, maka ia hanyalah seperti orang yang mentilik-tilik barang lainnya.” (HR. Ibnu Majah no. 227 dan Ahmad 2: 418, shahih kata Syaikh Al Albani).
Bersedekah dengan harta benda merupakan amaliyah yang sangat mulia dan pahalanya begitu besar. Akan tetapi ada cara bersedekah yang lebih utama dan dampaknya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan bersedekah harta. Yaitu bersedekah dengan mengajarkan ilmu terutama yang dapat membuat seseorang manusia lebih mendekat kepada Allah dan memperbaiki diri.
Sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah;
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ أَنْ يَتَعَلَّمَ الْمَرْءُ الْمُسْلِمُ عِلْمًاثُمَّ يُعَلِّمُهُ اَخَاهُ الْمُسْلِمَ.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Lebih utamanya sedekah adalah seorang muslim yang belajar suatu ilmu lalu kemudian ia mengajarkan ilmu itu kepada saudaranya sesama muslim.
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa mudahnya bagi seorang muslim yang mempunyai ilmu dalam memperoleh pahala sedekah. Dengan ilmunya ia dapat meraih ganjaran sedekah bahkan lebih utama dari sedekah lainnya seperti sedekah dengan harta benda. Sebab bersedekah ilmu akan abadi bahkan dapat mengubah keadaan dan perilaku dari seseorang.
Bisa jadi dengan satu ilmu yang kita ajarkan dengan ikhlas dapat membuat saudara muslim lainnya memperoleh hidayah, memperoleh pencerahan, untuk membenahi diri sehingga menjadi semakin baik. Maka ketika seseorang berubah menjadi lebih baik terutama taat kepada Allah dengan dilatarbelakangi ilmu yang disampaikan, maka pemberi ilmu itu pun memperoleh pahala yang sangat besar.
Mari terus ber-ZISWAF (Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf) melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BSI eks BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela : 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI : 0000000888. (Sularto/Klikbmi)