Nasehat Dhuha Kamis, 27 Januari 2022| 19 Jumadil Akhir 1443 H | Oleh : Ustadz M Reza Prima, ME
Klikbmi, Tangerang – Dari pendekatan antropoligi, mayoritas masyarakat arab yang ditemui Nabi SAW dapat disebut masyarakat mistis dan sekaligus penganut animisme pada saat yang sama. Soalnya mereka percaya dengan ada sosok yang dinarasi sebagai Tuhan dan pada waktu yang sama mereka juga percaya kepada sosok ruh, benda, pohon, batu, kuburan keramat dan objek-objek lainnya yang dikeramatkan.
Mistis berasal dari bahasa Yunani, mystikos yang berarti: gelap, kelam, rahasia dan tersembunyi. Menurut sebagian pakar, budaya mistis adalah budaya yang mempercayai adanya hubungan dan kontak manusia bumi dengan sosok yang dinarasikan “tuhan”. Hal ini terlihat jelas pada masyarakat arab quraisy, yaitu ketika Allah memerintahkan Muhammad untuk bertanya tentang sosok Yang Maha Kuasa dan sekaligus mempermaklumkan sosok Maha Kuasa itu adalah Allah bukan selainNya yang diduga-duga sebagai Tuhan.
Ketika mereka ditanya siapa sosok yang telah memberikan rezeki, menciptakan alat pendengaran dan penglihatan serta yang mengatur alam semesta? Jawaban mereka dengan mantab, “Allah” (Q.S. Yunus/10: 31) Siapa sosok yang memiliki bumi, yang telah menciptakan langit-langit dan bumi, yang menguasai menguasai segala sesuatu, dialah yang melindungi dan tidak ada yang dapat melindunginya? Jawaban mereka dengan pasti, “Allah”. Jawaban jawaban ini adalah bukti mereka mempercayai sosok mistis.
Namun pada saat yang sama, selain menyakini keberadaan sosok yang dinarasikan sebagai Ilah atau Tuhan, mereka juga percaya dengan kekuatan-kekuatan lain, apakah itu benda atau kekuatan kasat mata selain Tuhan (kekuatan dan sosok non-fisik). Hal ini sebagaimana berita Allah bahwa ada beberapa oknum dari kalangan manusia memohon perlindungan kepada beberapa lelaki dari kalangan jin (lihat Q.S. Al-Jin/72: 6). Imam Ibnu Katsir menuliskan riwayat yang dituliskan Ibnu Abi Hatim -dengan sanadnya- dari Kirdam ibnus Sa-ib Al-Anshari yang menceritakan bahwa ketika berita kenabian Muhammad terdengar di Makkah, Kirdam dan ayahnya bepergian dan akhirnya menginap di rumah pengembala kambing.
Ternyata kambingnya dilarikan (baca, dimangsa) srigala, lalu ia berujar: يَا عَامِرَ الْوَادِي، جَارَكَ “Wahai penguasai lembah, tolonglah aku”, lalu terdengar suara yang tidak terlihat pelakunya, يَا سِرْحَانُ، أَرْسِلْهُ “Sarhan, kembalikan kambing itu”. Jadi mereka terbiasa meminta tolong dan bahkan beribadah kepada sosok-sosok itu, sosok yang mereka agungkan dan pertuhankan.
Dan mereka terbiasa pula mengagungkan bebatuan (latta di Thaif), pepohonan (uzza di Nakhlah), berhala berupa patung (lihat Q.S. An-Najm/53: 19-20). Jadi, -sebagai sebuah kesimpulan- orang arab tadinya mempercayai sosok yang dinarasikan sebagai tuhan. Kemungkinan ini adalah bagaian dari peninggalan ajaran Ibrahim dan putranya Ismail, karena keduanya adalah asal usul dari arab quraisy.
Maka Al-Qur’an bernarasi, “Benarlah Allah dan ikutilah ajaran Ibrahin (Millah Ibrahim) yang lurus (hanif) dan mereka bukanlah orang yang memperserikatkan Allah” (lihat Q.S. Ali Imran/3: 95) Mereka berkata, “Jadilah yahudi atau nashrani maka kalian akan mendapat petunjuk”. Sampaikanlah Muhammad, “Justru ikutilah ajaran Ibrahim yang hanif-lurus, karena ia bukanlah orang yang memperserikatkan Allah”. (lihat Q.S. Al-Baqarah/2: 135).
Jika mereka mengikuti ajaran Ibrahim-Ismail yang lurus, lalu siapa yang membuat mereka bengkok? Setanlah yang membuat mereka bengkok, karena Allah ciptakan mereka lurus dan fitrahnya mempertuhankan Tuhan yang satu (H.R. Muslim dalam hadis qudsi). Siapakah setan itu?, mereka adalah jin dan manusia (lihat Q.S. An-Nas/114: 6).
Termasuk bentuk pembengkokan dan penyesatan jin dan manusia adalah motivasi untuk mengagungkan benda dan mengajarkan keyakinan bahwa benda-benda itu dapat memberikan manfaat baik berupa kelapangan rezeki, keberuntungan; dan juga dapat menolak mudharat berupa kesialan, ketakutan dan pengaruh negatif lainnya.
Dan biasanya ini ditiupkan ke hati-hati manusia (waswas) dengan cara menyakinkan manusia tersebut. Dalam konteks kehidupan modren kita juga mendapati fenomena boneka arwah yang dinarasikan sebagai ‘spirit doll’. Boneka ini dipopulerkan di Thailand dan trend-nya dibawa ke negeri kita, padahal boneka arwah bertentangan dengan ajaran Islam dan pikiran waras. Kalau kita amati, keyakinan kepada boneka arwah hampir sama -bahkan mungkin sama- dengan keyakinan sebagian masyarakat quraisy yang menyakini benda-benda tertentu bertuah atau shakti mantra guna. Islam sangat melarang keyakinan benda-benda tertentu bertuah atau biasa dinarasikan Nabi SAW dengan kata thiyarah.
Terakhir, jika ada narasi jangan mengarabkan Indonesia, maka bisa kita katakan, arab yang mana? Arab sebelum Islam berkembang di arab -Makkah- atau arab setelah Islam berkembang? Arab sebelum Islam berkembang sangat animis bahkan sebagian ahli menyebutnya kaum pagan. Menyakini benda-benda tertentu bertuah, atau mengkampayekan bahwa ruh nenek moyang dapat memberikan wangsit dan pertolongan; adalah kepercayaan arab sebelum Islam dan ayak ditolak karena bertentangan dengan budaya kita yang bersendikan agama. Wallahu a’lam.
Mari terus ber-ZISWAF (Zakat,Infaq,Sedekah dan Wakaf) melalui rekening ZISWAF Kopsyah BMI 7 2003 2017 1 (BSI eks BNI Syariah) a/n Benteng Mikro Indonesia atau menggunakan Simpanan Sukarela : 000020112016 atau bisa juga melalui DO IT BMI : 0000000888. (Sularto/Klikbmi)