Kisah Anggota Kopsyah BMI Cabang Cikupa Yang Menolak Menaikkan Harga Susu Kedelainya Selama 16 Tahun
Nasehat Dhuha Rabu, 5 Oktober 2022 | 9 Rabiul Awal 1444 H | Oleh : Togar Harahap
Tangerang, Klikbmi.com – Saodah langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur. Ia baru saja menghidangkan makan malam untuk suami dan dua putrinya. Tubuhnya letih sekali. Punggung dan lehernya terasa berat. Sudah dua hari ini, Saodah izin tak bekerja. Kurang istirahat, begitu alasan yang ia sampaikan melalui surat dokter ke HRD pabrik tempatnya bekerja, seminggu jelang libur Tahun Baru 2006 silam.
Dua hari itu, Saodah lebih banyak termenung. Suaminya pun tak banyak menggubris. Agus Ramdani lebih banyak mengurus tahu tempe dagangannya. Bukannya tidak perhatian dengan kondisi sang istri, pria asal Majalaya Kabupaten Bandung itu baru mendapat kabar baik. Ia mendapat izin untuk berjualan di sekitar Kawasan Pasar Cikupa Tangerang. Kesempatan emas yang tak boleh disia-siakan bagi pria yang sejak usia 13 tahun sudah merantau berjualan di Pasar Anyar Kota Tangerang itu.
Gaji Kecil Untuk Semua Kebutuhan
Keletihan Saodah nyatanya bukan perkara kurang tidur semata. Pikirannya juga ikut letih. Sudah hampir tiga tahun, Saodah dan Agus Ramdani menghuni sebuah kontrakan di bilangan Citra Raya. Sejak awal pindah ke sana, semua tampak lancar-lancar saja. Pagi hari, Saodah berangkat ke tempatnya bekerja, begitu juga Agus yang berjualan tahu tempe dengan gerobaknya. Semua kebutuhan termasuk susu dua putrinya terpenuhi.
BACA JUGA : Meski Di PHK, Ipah Tetap Bernazar Membangun Bengkel Suaminya
Namun tahun ke tahun, kebutuhan rumah tangganya semakin meningkat. Putri mereka pun beranjak besar. Tahun ajaran baru 2005-2006, putri pertamanya sudah menginjak bangku kelas 3 SD, berlanjut dengan sang adik yang sudah mulai masuk sekolah dasar. Cicilan sepeda motor dan sewa kontrakan wajib dibayar setiap bulan.
”Gaji saya waktu itu Rp1,7 juta. cuma Assalamualaikum saja pak. Alhamdulillah, Kang Agus masih nyari usaha dan nggak berhenti ngasih saya semangat,” terangnya mengawali perbincangan bersama Redaksi Klikbmi Selasa, 4 Oktober 2022.
Ia tak banyak menuntut dari usaha jualan tahu suaminya. Saodah sadar untuk sampai ke titik ini, Agus Ramdani sudah banyak berjuang untuk mereka. Agus Ramdani adalah kekasih pertamanya. Saodah mengenalnya, setelah sebulan merantau dari tanah kelahirannya di Tulang Bawang Lampung ke Batu Ceper Kota Tangerang, awal 1996 silam.
Karena kontrakan keduanya saling bersebelahan, mereka pun kerap bertegur sapa. Setelah saling mengenal, Agus pun memberanikan diri melamarnya ke Lampung. Setelah menikah, mereka kerap berpindah dari kontrakan satu ke kontrakan yang lain. Karena profesinya berdagang, pria yang hanya tamat sekolah dasar itu pun harus berganti ragam dagangan. Mulai dari sayur mayur, kerupuk, cemilan, hingga tahu tempe. Mulai dari jalan kaki, bersepeda hingga membawa gerobak sudah Agus lalui. Selama itu halal untuk keluarga, semua tantangan ia kerjakan.
Resep Dari Farah Quinn
Selama izin sakit, Saodah hanya ditemani televisi. Dari pagi hingga malam. Hingga suatu hari, remote TV-nya berhenti di sebuah program acara memasak yang dipandu Bondan Winarno (alm) dan chef wanita yang baru naik daun saat itu, Farah Quinn. Di acara yang ditayangkan Trans TV itu, Farah Quinn tengah memberikan tutorial membuat susu kedelai. Seperti dihipnotis, Saodah mencatat semua resep dan cara membuatnya hingga tuntas.
BACA JUGA : Ragam Simpanan Kopsyah BMI
Setelah acara selesai, ia pun mempraktekkan lagi resep susu kedelai itu. Saodah beranjak ke warung untuk membeli bahan-bahan. Sementara, kedelai ia beli dari tetangganya yang juga perajin tahu. Susu yang sudah jadi, ia masukkan ke dalam kulkas sembari menunggu suaminya pulang. Setelah dicicipi Agus pun menggangguk, tanda bahwa minuman buatan istrinya enak. Hingga kemudian, Agus menawarkan agar susu kedelai dijual.
”Awalnya nggak pernah mau bisnis susu kedelai ini pak. Cuma coba-coba. Eh malah keterusan sampai sekarang,” jelas ibu tiga putri ini.
Ibu Saodah Mulai Berbisnis
Rekan sesama pedagang tahu suaminya menjadi sales pertama mereka. Kepada mereka, ia menjual dengan harga Rp700. Hasil jualan di hari pertamanya sukses. Isi termos susu kedelai mereka hampir tandas. Melihat peluang tersebut, bisnis susu kedelai pun dimulai. Baik Saodah dan Agus saling bekerjasama. Saodah yang bekerja meramu susu kedelai, sementara Agus yang menggiling kedelai menjadi bubur.
Dari hari ke hari, langganan Saodah pun mulai ramai. Ia juga mendapat banyak umpan balik dari para pelanggannya. Seperti permintaan tidak adanya campuran jahe dalam susu kedelai, tambahan pewarna makanan alami dan ragam lainnya. Saodah akhirnya melakukan tes pasar dengan menjual susu kedelai dengan resep yang berbeda.
”Saya coba jual tiga susu kedelai dengan rasa yang berbeda. Pertama, susu kedelai tidak memakai jahe seperti resep yang dibuat sama Farah Quinn. Kedua, susu yang memakai pandan. Dan terakhir susu kedelai orisinal. Dan ternyata yang paling laris yang orisinal,” terang Anggota Rembug Pusat Kelengkeng Kopsyah BMI Cabang Cikupa itu.
Awal Berkenalan Dengan Kopsyah BMI
Dari hari ke hari pelanggannya semakin banyak. Permintaan pertamanya 200 bungkus per hari, meningkat menjadi 1.200 bungkus dalam waktu dua bulan. Dari awalnya, hanya membeli kedelai dengan memakai kantong kresek, kini berganti dengan karung. Untuk itu, Saodah membutuhkan modal yang tak sedikit. Hingga kemudian, ia dipertemukan oleh Kopsyah BMI di tahun 2012. Dari Kopsyah BMI, Saodah mendapatkan pembiayaan sebesar Rp2,5 juta.
”Alhamdulillah pak, amanah dari Kopsyah BMI saya jadikan modal susu kedelai semua. Saya bisa nambah dagangan saya. Sampai sekarang dapat pembiayaan Rp14 juta, semua saya kembangkan buat usaha ini. Jadi cuma dari BMI lah, saya bisa (berhasil) begini,” terang wanita kelahiran Desa Margodadi, Kecamatan Batu Putih, Tulang Bawang Barat, Lampung, 45 tahun silam itu.
Sedari Kecil Dua Putrinya Sudah Membantu Usaha Saodah
Untuk memenuhi pesanan hingga 1.200 bungkus, Saodah harus memproduksinya mulai pukul 3 pagi dan selesai pukul 5 pagi. Kemudian susu kedelai yang masih hangat itu langsung disalurkan kepada pedagang yang sudah menunggu di depan kontrakannya.
Pesanan yang semakin membludak itu memaksanya membuat sebuah keputusan penting. Saodah mengundurkan diri dari tempatnya bekerja. Ini bukan perkara susu kedelai, melainkan waktunya juga banyak tersita untuk mengurus kedua putrinya. Dan saat itu, Saodah tengah hamil putri ketiganya.
”Saya buatnya dari jam 3 pagi. Pas sebelum azan Subuh anak-anak sudah bangun. Sebelum mandi, anak-anak saya yang masih SD itu sudah bantuin ibunya buat susu kedelai. Awalnya saya larang, tapi mereka bilang kasihan melihat saya lagi hamil, akhirnya saya membolehkan. Mereka baru berhenti pas mau masuk SMA,” kata Saodah mengingat masa-masa merintis usahanya itu.
Membangun Rumah Dari Simpanan Kopsyah BMI
Amanah dari Kopsyah BMI membuat Saodah berinisiatif untuk menabung. Tujuan pertamanya menabung adalah memiliki rumah. Meski hidup di kontrakan bertahun-tahun, namun semangatnya untuk membangun rumah tetap menggelora. Hasil keuntungan dari berjualan dari susu kedelai, ia simpan di Kopsyah BMI. Di akhir 2014, ia dan suaminya membangun rumah pertamanya di Kampung Cukanggalih, Desa Ciakar, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang. Kini, di dalam rumah ukuran 80 meter persegi dan berlantai granit itu, Saodah juga merawat ibu mertuanya.
”Saya beli tanah yang dulunya milik bos tahu suami saya. Caranya nyicil sedikit demi sedikit. Alhamdulillah, sekarang bisa beli tanah sekalian dibangun rumahnya. Dari hasil menyimpan di BMI,” ujar Saodah.
Selama 16 Tahun Mempertahankan Harga Yang Sama
Namun untuk bertahan di usaha yang mengandalkan kedelai impor, bukan hal yang mudah bagi Saodah. Harga kedelai dari tahun ke tahun semakin naik. Meski demikian, Saodah tak pernah menaikkan harga susu kedelainya. Dari tahun 2006 awalnya merintis bisnis ini sampai Juni 2022, harganya tetap Rp700. Selama 16 tahun itu, harga dan citra rasa susu kedelainya tak pernah berubah. Baru pada Juli 2022, Saodah menaikkan harganya menjadi Rp750.
”Dari 2006 sampai Juli kemarin, naiknya cuma Rp50 perak pak. Alasan saya nggak mau naikkin harga karena banyak yang bisa bekerja karena usaha saya ini pak. Kalau saya naikkan, pasti sepi pelanggan saya,” terang Saodah.
Ibu Saodah Membina 15 Pedagang Tahu
Sekitar 15 pedagang tahu menjual susu kedelainya secara berkeliling di sekitar Citra Raya dan Panongan. Dari mereka, ada pula yang menjadi pengusaha susu kedelai. Mereka belajar langsung dari Saodah. Mulai dari yang hanya bermodal sepeda motor, kini memiliki roda empat. Lantas apakah Saodah merasa iri. Tak terbersit sekalipun dari benak Saodah mengungkit kebaikannya. Bagi Saodah, ilmu yang dipelajarinya di televisi ternyata mampu mengangkat ekonomi mereka. Baginya, rezeki sudah ada yang mengatur.
”Banyak kawan dan tetangga yang belajar buat susu kedelai di sini. Ada empat orang yang masih jualan sampai sekarang. Cuma satu yang saya minta, susu kedelainya jangan dikasih bahan pengawet. Kalau bahan pewarna, harus yang alami. Apapun itu,” tegasnya.
Saodah memang konsisten dengan bisnisnya. Selama 16 tahun memproduksi susu kedelai, ia mengharamkan bahan pengawet masuk ke dalam racikannya. Selain itu, ia tak pernah merubah kemasan dan karet pengikatnya.
”Saya nggak pernah kasih merek pak. Nggak pernah juga ganti kemasan termasuk ngasih bahan pengawet. Bagi saya bahan pengawet itu racun. Masa sih saya kasih racun buat pelanggan saya?. Bungkusan susu kedelai bikinan saya masih seperti itu, kayak dulu dibuat pertama. Kalau pelanggan saya di sekitar Panongan sama Citra sudah paham betul mana buatan saya dengan buatan yang lain,” terangnya.
Ibu Saodah Terus Berbagi Ilmu
Kepada Redaksi Klikbmi, Saodah pun mengajak anggota yang lain yang berminat belajar membuat susu kedelai, bisa mendatangi rumahnya langsung. ”Silahkan ibu-ibu anggota BMI datang saja ke rumah, nanti saya ajarin membuat susu kedelai. Gratis! yang penting kita sama-sama belajar,” jelasnya.
Bagi Saodah, Ilmu menjadi jembatannya mencari berkah. Dari resep susu kedelai, ia bisa menghidupi banyak pedagang tahu. Di tengah pandemi, susu kedelainya menjadi penyelamat bisnis tahu dan tempe para langganannya. Susu kedelai yang dikenal manjur meningkatkan imun menjadi incaran di saat pandemi. Dagangannya pun laris hingga 2.000 bungkus perhari di kala itu.
Ilmu Jembatan Menggapai Keberkahan
Saodah tak bisa memberikan harta, namun ia bisa memberikan ilmu. Nyatanya, resep susu kedelai dipakai para tetangganya untuk mencari nafkah, dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Teman-teman nasehat dhuha yang budiman, umat Islam dianjurkan untuk menyebarkan ilmu yang dimiliki kepada khalayak luas. Bahkan ilmu yang bermanfaat dapat menjadi amal yang tak terputus pahalanya meski yang bersangkutan telah wafat. Islam memerintahkan umatnya untuk menyebarkan ilmu yang dia miliki, meskipun ilmu itu hanya sedikit.
Beruntunglah orang yang gemar berbagi ilmu dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya pada orang lain, karena tanpa diketahuinya para penghuni langit dan bumi bershalawat mendoakan setiap hamba Allah yang mengajar kebaikan pada orang lain.
“Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahily)
Mudah-mudahan di akhirat kelak kita memiliki pohon pahala atas ilmu yang kita bagikan. Amin ya Rabbal Alamin.
(Togar Harahap/Klikbmi)