Melawan Hawa Nafsu

Info ZISWAF

Nasehat Dhuha  Sabtu, 17 April 2021 | Hari Ke-5 Ramadhan 1442 H| Oleh :  Sularto

Klikbmi, Tangerang – BMI Kliker di manapun berada, hari ini alhamdulilah kita telah menyelesaikan puasa 4 hari. Hari ini adalah hari kelima puasa Ramadhan. Puasa merupakan perang melawan hawa nafsu. Peperangan melawan hawa nafsu dianggap amat berat, bahkan lebih berat daripada perang fisik melawan musuh. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa perang Badar di zaman Rasulullah amat berat, tetapi dalam riwayat itu pula disebutkan oleh Nabi, bahwa masih ada peperangan yang lebih berat lagi yang akan dihadapi oleh kaum muslimin setelah perang badar, ialah perang melawan hawa nafsu.

Jika kita selalu mengikuti hawa nafsu akan berakhir dengan merugi dan mungkin bisa celaka. Artinya, tatkala hawa nafsu sudah menjadi sesuatu yang harus diikuti, maka yang bersangkutan telah mengalami kekalahan. Tentu mereka tidak merasakan bahwa dirinya sedang kalah perang, yaitu perang dengan dirinya sendiri. Akalnya berusaha untuk memberikan pertimbangan, tetapi nafsunya tidak berhasil dikendalikan. Oleh karena akal tidak mencukupi itu, maka sebenarnya Tuhan telah menurunkan piranti lain, yaitu agama. Puasa adalah ajaran yang datang dari Allah agar dilaksanakan sebaik-baiknya. Melalui kegiatan puasa agar seseorang mampu menahan diri dari mengikuti hawa nafsu itu.

Setelah kita selesai menjalankan puasa di bulan Ramadhan, maka artinya seseorang telah dilatih untuk menjaga hatinya, pikirannya, dan juga jasmaninya agar memiliki ketahanan dan tidak terlalu mengikuti hawa nafsu. Puasa itu sendiri, secara fisik, sebagaimana yang telah kita jalani selama sebulan, tidak terlalu berat. Namun ada yang lebih berat dari sekedar menahan lapar dan dahaga itu, berlatih mengendalikan hawa nafsu. Kita semua berharap agar ibadah yang baru saja dilaksanakan itu berhasil dan diterima oleh Allah swt, hingga memperoleh  tingkatan taqwa.

Manusia diminta melawan dan mengendalikan hawa nafsu. Usaha manusia dalam perjuangan melawan hawa nafsu ini tentu bertingkat-tingkat, tergantung pada kemampuan dan kekuatan imannya.  Dalam buku Mizan al-‘Amal, Imam Ghazali menyebutkan tiga tingkatan manusia dalam masalah ini. Pertama, orang yang sepenuhnya dikuasai oleh hawa nafsunya dan tidak dapat melawannya sama sekali. Ini merupakan keadaan manusia pada umumnya. Dengan begitu, ia sungguh telah mempertuhankan hawa nafsunya seperti dimaksud ayat ini:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ ”

Maka, pernahkah kamu melihat orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.” (Al-Jatsiyah: 23).

Kedua, orang yang senantiasa dalam pertarungan melawan hawa nafsu. Pada suatu kali ia menang dan pada kali yang lain ia kalah. Kalau maut merenggutnya dalam pertarungan ini, maka ia tergolong mati syahid. Dikatakan demikian, karena ia sedang dalam perjuangan melawan hawa nafsu sesuai perintah Nabi SAW, ”Berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu berjuang melawan musuh-musuhmu.” Ini merupakan tingkatan manusia yang tinggi di bawah para nabi dan wali-wali Allah.

Ketiga, orang yang sepenuhnya dapat menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya. Inilah orang yang mendapat rahmat Allah, sehingga terjaga dan terpelihara dari dosa-dosa dan maksiat. Menurut Ghazali, ini merupakan tingkatan para nabi dan wali-wali Allah.  Dalam perjuangan melawan hawa nafsu, menurut Ghazali, manusia dituntut ekstra hati-hati dan waspada secara terus-menerus, supaya ia jangan tertipu (ghurur). Kata Ghazali, banyak orang merasa telah bekerja dan berjuang untuk agama, nusa, dan bangsa, padahal sesungguhnya ia bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan untuk memuaskan egonya. Sikap waspada juga diperlukan karena sering timbul kerancuan (iltibas) antara perintah akal (kebaikan) dan nafsu (keburukan). Berbeda dengan nafsu, akal secara umum menyuruh manusia kepada kebaikan. Namun, suatu saat kita bisa ragu-ragu dan tidak mampu mengidentifikasi dan menetapkan pilihan. Dalam situasi demikian, Ghazali menganjurkan agar kita berpihak dan memilih sesuatu yang menyusahkan daripada yang menyenangkan. Alasannya, kebaikan pada umumnya menuntut kerja keras dan pengorbanan, sehingga terkesan menyusahkan.  Sabda Nabi Muhammad SAW: 

حُجِبَتِ الجنَّةُ بالمكَارِهِ و حُجِبتِ النَّارُ بالشَّهواتِ   

”Surga dipagari oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka diliputi oleh hal-hal yang menyenangkan”

Mari kita raih keberkahan di Bulan Ramadhan ini dengan penuh semangat dan kita jadikan Bulan Ramadhan untuk mengalahkan nafsu kita dalam menggengam harta dengan cara menyalurkan sedekah terbaik kita melalui rekening Ziswaf Kopsyah BMI : BNI Syariah : 7 2003 2017 1 a/n Benteng Mikro Indonesia. Simpanan Sukarela : 000020112016. DO IT BMI : 0000000888 dengan memilih paket takjil ataupun paket wakaf mushaf Al-Qur’an dan ataupun dua-duanya. (Sularto/Klikbmi)

Share on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *